Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KPK Sudah Temukan Rp246 Juta dari Tiga Kardus Amplop 'Serangan Fajar'

(Barang bukti uang suap milik Bowo Sidik Pangarso yang ditunjukan oleh penyidik KPK) IDN Times/Santi Dewi

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membuka barang bukti 400 ribu amplop milik anggota DPR Bowo Sidik Pangarso yang disimpan di dalam 82 kardus. Hasilnya, di dalam tiga kardus itu terdapat uang untuk 'serangan fajar' senilai Rp246 juta. Sebelumnya, lembaga antirasuah memprediksi di dalam 82 kardus terdapat uang dalam pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu mencapai sekitar Rp8 miliar. 

"Jadi, satu per satu amplop tersebut dibuka dan kemudian uangnya dihitung dan itu akan menjadi informasi yang dituangkan dalam berkas pemeriksaan atau berkas acara dalam kasus ini," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah ketika ditemui di gedung lembaga antirasuah pada Selasa (2/4). 

Febri mengatakan butuh waktu bagi penyidik untuk menghitung semua uang di dalam amplop tersebut. Bahkan, staf Bowo membutuhkan waktu satu bulan lamanya untuk memasukan uang-uang tersebut ke dalam amplop putih. Ia berharap penyidik bisa bergerak bisa lebih cepat dalam membuka amplop-amplop tersebut. 

"Sampai dengan hari ini kami baru bisa menghitung hingga kardus yang ketiga. Dari yang sudah dibuka, sampai dengan saat ini ada sekitar Rp246 juta uang yang dikeluarkan dari amplop-amplop itu," tutur mantan aktivis antikorupsi itu. 

Lalu, apakah betul di dalam amplop-amplop itu terdapat cap jempol yang menunjukkan paslon tertentu? 

1. KPK membenarkan soal temuan adanya cap jempol di dalam amplop

Juru Bicara KPK Febri Diansyah (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Juru bicara KPK, Febri Diansyah membenarkan di dalam amplop-amplop yang telah dibuka terdapat cap jempol.

"Memang ada stempel atau cap-cap tertentu di amplop tersebut. Tapi, sejauh ini menurut fakta hukum yang ada, itu (amplop) masih terkait kebutuhan pemilu legislatif," ujar Febri pada malam ini. 

Ia memastikan uang-uang itu disiapkan untuk 'serangan fajar' jelang masa tenang pemilu 17 April. Namun, sesuai fakta hukum, uang itu digunakan agar Bowo kembali terpilih sebagai anggota DPR. Eks politisi Partai Golkar itu maju dari daerah pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi Kudus, Jepara dan Demak. 

2. KPK menyebut tidak ada nomor urut di dalam cap jempol itu

Anggota DPR Komisi VI Bowo Sidik Pangarso mengenakan rompi oranye. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Febri membantah ketika ditanya apakah di dalam cap jempol itu mengandung nomor urut capres tertentu. Namun, ia menegaskan tidak coba sedang menutup-nutupi kebenaran yang ada. 

"Sebab, fakta hukumnya seperti yang saya jelaskan tadi. Kami perlu menegaskan bahwa kami hanya berpijak pada fakta hukum yang ada," kata Febri. 

Itu sebabnya, mereka memilih untuk menyampaikan kepada publik isi di dalam amplop tersebut. Sebab, sudah mulai terbentuk narasi lembaga antirasuah mencoba menutupi sesuatu atau melindungi kelompok tertentu. Dugaan itu semakin kuat ketika dua pimpinan KPK yakni Basaria Panjaitan dan Agus Rahardjo ikut membantah ada cap jempol di dalam amplop tersebut. 

3. KPK tidak ingin kasus penangkapan Bowo Sidik Pangarso ditarik ke ranah politik

Juru bicara KPK, Febri Diansyah <kiri> dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Di dalam kesempatan itu, Febri turut mengingatkan kepada publik untuk tidak menarik kasus penangkapan Bowo Sidik Pangarso ke ranah politik. Walaupun, tersangka yang ditahan adalah aktor politik. 

Dengan tertangkapnya Bowo dan terungkapnya temuan ratusan ribu amplop semakin menguatkan aksi 'serangan fajar' bukan sekedar gertak sambal. 

"Saya kira mari publik turut menempatkan hal ini sebagai sebuah proses hukum. Koridor hukum itu harus dipisahkan koridor politik. Jangan sampai kemudian koridor hukum ini ditarik-tarik pada kepentingan politik praktis," kata Febri lagi. 

4. Bowo Sidik Pangarso terancam penjara 20 tahun

(Bowo Sidik Pangarso, anggota DPR yang ditangkap KPK) www.dpr.go.id

Akibat perbuatannya, Bowo dikenai dua pasal yakni UU Tindak Pidana Korupsi nomor 20 tahun 2001 pasal 12 huruf atau pasal 11. Selain itu, ada juga Bowo disangkakan dengan menggunakan pasal 12B. 

Apabila merujuk ke UU tersebut, maka sebagai penyelenggara negara, Bowo dilarang menerima hadiah atau janji. Apalagi gara-gara hadiah itu, ia kemudian tidak jadi berbuat sesuatu untuk publik. Kalau melihat UU itu, maka Bowo terancam bui 4-20 tahun. Belum lagi ada denda senilai Rp200 juta hingga Rp1 miliar. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us