LBH APIK Desak Mendikbud Pecat Hasyim Sebagai Dosen PNS di UNDIP

- LBH APIK desak pemerintah memecat Hasyim Asy'ari sebagai dosen PNS karena tindak asusila terhadap anggota PPLN.
- DKPP memutuskan pemecatan Hasyim, tapi keputusan pemberhentian dari Presiden Jokowi belum keluar.
- Komisioner KPU menunjuk Mochammad Afifuddin sebagai pelaksana tugas ketua umum setelah Hasyim dipecat.
Jakarta, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) desak pemerintah untuk juga memecat Hasyim Asy'ari sebagai dosen PNS lantaran terbukti melakukan tindak asusila terhadap anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Hasyim saat ini masih berstatus sebagai dosen PNS dan mengajar hukum tata negara di Universitas Diponegoro. Namun, ia diberhentikan sementara karena mengemban tugas di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak 2022 lalu.
"Oleh karena itu APIK meminta perhatian kepada Universitas Diponegoro dan Menteri Pendidikan agar melakukan tindakan pemberhentian terhadap Hasyim Asy'ari dalam mempertimbangkan putusan DKPP ini," ujar Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK, Khotimun Susanti seperti dikutip dari keterangan tertulis pada Sabtu (6/7/2024).
Ia menilai Hasyim layak diberhentikan sebagai dosen UNDIP untuk mencegah para mahasiswanya ikut menjadi korban. "Keberulangan peristiwa yang sama dapat terjadi di kampus, sebagai tempat yang rentan terhadap para mahasiswanya," kata dia.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 3 Juli 2024 lalu memutuskan Hasyim terbukti melanggar kode etik lantaran melakukan tindak asusila terhadap anggota PPLN di Den Haag. Bahkan, di dalam persidangan, ikut terungkap Hasyim memaksa korban untuk melakukan hubungan badan pada Oktober 2023.
1. Hasyim Asy'ari baru resmi dipecat setelah ada keputusan presiden

Sementara, putusan pemecatan dari DKPP baru memiliki kekuatan bila diikuti adanya keputusan pemberhentian yang dikeluarkan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo. DKPP meminta agar keputusan pemberhentian dari presiden harus keluar satu minggu usai putusan dibacakan.
Sedangkan, Jokowi sebelumnya menyebut bahwa Keppres tersebut belum masuk ke mejanya. "Itu masih dalam proses, proses administrasi. Biasa saja," ujar Jokowi pada 4 Juli 2024 lalu di Sulawesi Selatan.
Pemerintah, kata Jokowi, menghormati kewenangan DKPP dalam memutuskan perkara dugaan pelanggaran tindak asusila yang dilakukan Hasyim Asy'ari.
2. KPU tunggu keppres dari Jokowi sebelum memilih ketua definitif

Usai Hasyim dipecat, para komisioner KPU kemudian sepakat untuk menunjuk Mochammad Afifuddin sebagai pelaksana tugas ketua umum. Anggota KPU, August Mellaz mengatakan masih menunggu keppres pemberhentian dari Presiden Jokowi sebelum bisa menunjuk ketua umum definitif. Ia juga sedang menunggu proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk mengisi kekosongan komisioner KPU setelah ditinggalkan Mochammad Afifuddin.
"Tentu kan Keppres pemberhentian untuk Ketua KPU Pak Hasyim Asy'ari nanti ada di Presiden. Soal PAW nanti mekanismenya ada di DPR dan Presiden," ujar Mellaz di kantor KPU RI, Jakarta Pusat pada 5 Juli 2024 lalu.
Menurut Mellaz, posisi Plt Ketua KPU saat ini hanya berlaku selama tiga bulan. Kendati demikian, masa jabatannya masih bisa diperpanjang satu kali lagi sebelum menentukan ketua definitif.
"Plt itu dikasih ruang gerak maksimalnya sampai tiga bulan dan bisa diperpanjang satu kali," katanya.
3. KPU ogah meminta maaf atas tindakan asusila yang dilakukan Hasyim Asy'ari

Selain itu, August Mellaz juga enggan mewakili KPU meminta maaf kepada publik atas tindak asusila yang dilakukan oleh Hasyim Asy'ari. Menurutnya, tindakan asusila itu dilakukan oleh Hasyim pribadi. Meskipun ketika perbuatan itu terjadi Hasyim masih menjabat sebagai Ketua KPU.
"Yang jelas kalau pelanggaran kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu, itu persoalan pribadi-pribadi. Ya, gimana? Kan kami gak mau mengomentari seperti apa," ujarnya pada Jumat kemarin.
"Keputusannya sudah keluar (dari DKPP) ya kami hormati di situ," katanya.
Ia menambahkan KPU secara kelembagaan sulit untuk meminta maaf. Sebab, yang melakukan perbuatan hanya satu individu di KPU. Padahal, perbuatan asusila Hasyim terhadap korban CAT ikut mencoreng KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu.
"Kalau KPU-nya yang disuruh minta maaf, kan kecuali kita (yang berbuat bersama-sama). Nah, kalau itu urusan pribadi-pribadi. Kami juga tidak akan campuri," imbuhnya.