Lukas Enembe Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp46,8 Miliar

Jakarta, IDN Times - Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe, didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp46,8 miliar. Dakwaan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji," kata jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
1. Lukas Enembe diduga menerima suap Rp45,8 miliar

Jaksa menyebut politikus Partai Demokrat itu menerima suap Rp45,8 miliar. Suap itu diduga diterima dari berbagai pihak.
Sebanyak Rp10,4 miliar berasal dari PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi. Lalu, sebesar Rp35,4 miliar diterima dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ujar jaksa.
Suap itu diberikan pada Lukas agar perusahaan milik Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Lukas diduga tidak bermain sendiri. Ada sejumlah pihak yang diduga terlibat seperti Kepala Dinas Perumahan Umum (PU) Provinsi Papua periode 2013-2017, Mikael Kambuaya serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua periode 2018-2022.
2. Lukas Enembe diduga terima gratifikasi Rp1 miliar

Lukas juga disebut menerima gratifikasi Rp1 miliar. Uang itu diterima dari Direktur PT Indo Papua, Budy Sultan melalui Imelda Sun yang dikirim ke rekening Lukas.
"Bahwa terhadap penerimaan gratifikasi berupa uang tersebut, terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang. Padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum," kata jaksa.
3. Pasal-pasal yang dilanggar Lukas Enembe

Akibat perbuatannya, Lukas didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Ia juga didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.