Masih Masalah, Komnas Perempuan: Pengesahan RKUHP Terlalu Berlebihan

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menyisakan berbagai persoalan peneguhan hak asasi manusia (HAM).
Salah satunya tentang bebas dari diskriminasi atas dasar apapun yang meliputi gender dan perlindungan hak-hak dasar yang turut mempengaruhi kehidupan perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan, hasil revisi KUHP yang disetujui oleh DPR dan pemerintah pada 6 Desember 2022 mempunyai potensi kriminalisasi yang berlebihan atau overcriminalization.
"Sehingga dapat merugikan perempuan secara tidak proporsional dan melegitimasi praktek-praktek kriminalisasi terhadap perempuan, termasuk perempuan pembela HAM (PPHAM)," kata Ami sapaan karibnya, Sabtu (10/12/2022).
1. Kurangnya partisipasi publik di RKUHP

Ami mengungkapkan, hasil revisi hingga disahkannya RKUHP disebabkan oleh partisipasi publik yang belum terpenuhi.
Partisipasi yang dimaksud berupa dialog konstruktif dalam memahami dan menyusun RKUHP. Utamanya sebagai kodifikasi hukum pidana nasional dan selaras dengan instrumen HAM internasional serta nasional lainnya.
2. Pentingnya sensitivitas gender untuk RKUHP

Komnas Perempuan menilai, pentingnya sensitivitas gender telah dinyatakan dalam naskah akademik RUU Hukum Pidana sebagai acuan proses perumusannya.
"RUU Hukum Pidana untuk melindungi harkat dan martabat perempuan," ujarnya.
3. RKUHP harusnya jamin pencegahan perlakuan diskriminatif

Adapun RKUHP sudah digagas sejak tahun 1963 menggantikan hukum peninggalan kolonial Belanda yang bersifat patriarkis.
Sebagai hukum yang lahir di negara demokratis, Ami mengatakan, RKUHP harusnya menjamin pencegahan perlakuan diskriminatif atas dasar apapun, termasuk keadilan gender.
"Komnas Perempuan juga telah memantau dan memberi saran serta rekomendasi terhadap RKUHP secara berkelanjutan sejak periode DPR 2014-2019 dan 2020-2024 sesuai mandat kami," ucap dia.