Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menteri LH: Indonesia Tak Diam, Segera Implementasikan Aksi Iklim

5EFF929A-6F34-40AA-8D28-FD676CD84BD3.jpeg
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq (Dok. KLH)
Intinya sih...
  • Indonesia menjadi negara pertama yang memulai perdagangan karbon internasional
  • Indonesia memastikan perlindungan lebih dari 50 persen tutupan hutan tropis dunia
  • Kebijakan iklim nasional menjadi fondasi kredibilitas
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan Konferensi Para Pihak ke-30 Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (COP30 UNFCCC) di Belem, Brasil, bukan sekadar negosiasi, melainkan pemicu akselerasi implementasi iklim di dalam negeri.

Hanif menyatakan komitmen untuk memadukan diplomasi, regulasi, dan mekanisme pasar karbon guna menerjemahkan target iklim menjadi peluang investasi hijau dan manfaat nyata bagi masyarakat.

"Kami memimpin dengan aksi menggabungkan diplomasi, regulasi, dan pasar karbon, untuk memastikan komitmen iklim menjadi manfaat nyata bagi rakyat," ujar Hanif dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/12/2025).

1. Indonesia negara pertama yang memulai perdagangan karbon internasional

6FF96421-CFC1-479A-937D-D1DB507AF149.jpeg
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq (Dok. KLH)

Hanif menjelaskan, Indonesia berhasil mencatatkan tonggak sejarah dengan menjadi negara pertama yang memulai perdagangan karbon internasional berbasis teknologi melalui penandatanganan Kerangka Kerja antara PT PLN dan GGGI dalam kerja sama bilateral dengan Norwegia.

"Saat mekanisme Artikel 6 masih menjadi perdebatan global, Indonesia sudah selangkah lebih maju melaksanakan implementasi Artikel 6.2 secara penuh. Hal ini merupakan leading by example dan bukti nyata Indonesia tidak menunggu konsensus internasional untuk memulai aksi," kata Hanif.

Di Belem, Indonesia juga bergerak cepat dengan mempromosikan 44 proyek mitigasi iklim senilai total potensi pengurangan emisi sebesar 90 juta ton CO2e, dengan potensi transaksi awal sebesar 2,75 juta ton CO2e melalui IDX Carbon.

"Keberhasilan ini semakin diperkuat oleh kontribusi aktif Indonesia dalam mendorong Belem Political Package 29 keputusan konsensus penting yang memperkuat adaptasi, just transition, dan dialog pendanaan global (New Collective Quantified Goal on Climate Change/NCQG) untuk mobilisasi USD 1,3 triliun per tahun," ujarnya.

2. Indonesia memastikan perlindungan lebih dari 50 persen tutupan hutan tropis dunia

4F245B36-656F-4516-A666-226D078DBA51.jpeg
Foto citra satelit (2024) bukaan hutan tambang emas PT Agincourt Resources di Batang Toru, Tapanuli Selatan (Dok. WALHI)

Kehadiran Indonesia di COP30 memastikan kepentingan nasional, terutama terkait perlindungan lebih dari 50 persen tutupan hutan tropis dunia dan peran kunci dalam menyerap miliaran ton karbon, tetap terlindungi.

"Diplomasi Indonesia juga membuahkan hasil signifikan melalui penyerahan dokumen kunci yang dipersyaratkan UNFCCC, yakni Second NDC, First Biennial Transparency Report (BTR), dan National Adaptation Plan (NAP), yang mendapat apresiasi dari Sekretariat UNFCCC," ujar Hanif.

Selain itu, Indonesia mengamankan kerja sama strategis termasuk dukungan pendanaan lima juta dolar Amerika Serikat dari Climate and Clean Air Coalition (CCAC) untuk pengurangan emisi metana dari sektor sampah, serta Nota Kesepahaman dengan Pemerintah Inggris, The Royal Foundation, dan kerja sama bilateral lainnya dengan Australia, Austria, Canada, China, Brasil, dan Swedia.

3. Kebijakan iklim nasional menjadi fondasi kredibilitas

D4634E94-8A86-4A3C-A2F0-1EFAFD504554.jpeg
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengungkap kasus illegal logging di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat (Sumbar). (Dok. Puspenkum Kejagung)

Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon, Ary Sudijanto, mengatakan konsistensi kebijakan iklim nasional menjadi fondasi kredibilitas. Inventarisasi emisi 2023 menunjukkan adanya gap signifikan antara skenario BAU dan target mitigasi yang mencapai sekitar 506 juta ton CO2e, menuntut akselerasi kebijakan lintas sektor hingga 2030.

Untuk menjawab tantangan ini, KLH merekomendasikan langkah tindak lanjut mendesak. Pertama, penguatan regulasi dan implementasi dengan mempercepat harmonisasi regulasi, memperkuat peta jalan SNDC, dan peta jalan Sub Nasional, serta mempercepat investasi pada energi terbarukan, elektrifikasi industri, dan mitigasiblue carbon dan FOLU.

Kedua, peningkatan tata kelola karbon dengan memperluas skema Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan mekanisme pasar karbon domestik, sekaligus meningkatkan kapasitas Monitoring, Reporting, and Verification (MRV) melalui integrasi SIGN- SMART dan Sistem Registry Nasional.

Ketiga, pembiayaan dan teknologi dengan memaksimalkan mobilisasi sumber daya internasional melalui Climate Budget Tagging, percepatan transfer teknologi, dan penguatan kolaborasi publik-swasta untuk realisasi proyek-proyek mitigasi prioritas.

"Indonesia tidak menunggu konsensus global untuk bertindak, kami memimpin dengan aksi menggabungkan diplomasi, regulasi, dan pasar karbon untuk memastikan komitmen iklim menjadi manfaat nyata bagi rakyat," kata Hanif.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us

Latest in News

See More

Kejagung Periksa Staf Ahli Srimul Bidang Penerimaan Negara

03 Des 2025, 11:21 WIBNews