Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menteri Nusron Blak-blakan soal Kelanjutan Nasib PIK 2 Milik Aguan

Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid masih pikirkan sanksi bagi 537 perusahaan sawit yang berproduksi tanpa kantongi HGU. (IDN Times/Amir Faisol)
Intinya sih...
  • Proyek Tropical Coastland di PIK 2 belum dapat berjalan karena melanggar RTRW daerah.
  • Pengelola PIK 2 harus mengajukan perubahan RTRW atau meminta rekomendasi KKPR dari Menteri ATR/Kepala BPN.
  • Pemanfaatan hutan lindung untuk proyek PIK 2 harus dilakukan penurunan status dengan syarat penggantian lahan atau konversi menjadi APL.

Jakarta, IDN Times - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid secara blak-blakan mengatakan proyek Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk Dua atau PIK 2 tidak akan berjalan dalam waktu dekat. Hal itu lantaran proyek Agung Sedayu Grup itu masih melanggar ketentuan Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW daerah. 

"Rencana tata ruang dan wilayah atau kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang jadi pintu masuk perizinan yang lain. Sebelum ada salah satu dokumen tersebut, PIK 2 tidak boleh berjalan," ujar Nusron ketika dikonfirmasi pada Rabu (1/1/2025). 

Ia mengatakan salah satu dokumen tersebut berisi ketentuan dapat mengubah status 1.500 hektare dari hutan lindung menjadi hutan konservasi. Menteri dari Partai Golkar itu juga menyebut proyek milik konglomerat Sugianto Kusuma atau Aguan masuk ke dalam kategori Proyek Strategis Nasional (PSN) Pariwisata. 

"Tapi, kalau melihat RTRW, itu menjadi tidak sesuai," tutur dia. 

1. Pemda harus ajukan perubahan RTRW ke Kementerian ATR/BPN

Kawasan La Riviera Holiday Festive di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Banten. (ANTARA FOTO/Muhammad Heriyanto)

Nusron kemudian memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut. Pertama, pengelola PIK 2 atau pemerintah daerah harus mengajukan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tetapi, perubahan RTRW juga harus dilengkapi persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN. 

Apabila tidak mengajukan RTRW, maka pengelola PIK 2 harus meminta rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dari Menteri ATR/Kepala BPN.

"Gimana kelanjutannya? Belum ada permintaan, gimana saya bisa menjawab? Pemda juga belum mengajukan RTRW, si pelaku proyek (Aguan) pun belum mengajukan permohonan rekomendasi KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang). Jadi, ya kami tidak bisa menyatakan apa-apa," kata Nusron. 

2. Harus ada penurunan status hutan lindung menjadi hutan konversi

Menteri Nusron menyerahkan 44 sertipikat hasil program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kepada warga Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. (IDN Times/Erik Alfian)

Sementara, terkait pemanfaatan hutan lindung untuk pembangunan proyek PIK 2 maka harus dilakukan penurunan status dari hutan lindung menjadi hutan konversi. Namun, syaratnya pengelola proyek harus mengganti lahan satu kali lipat atas penurunan status tersebut.

Cara lainnya, kata Nusron, adalah hutan lindung dikonversi menjadi Area Penggunaan Lain (APL) dengan penyiapan dua kali lebar lahan. "Lokasinya di mana? Itu ditentukan oleh Kementerian Kehutanan. Nanti, mereka yang menentukan soal lokasi, tempatnya di mana, itu (kewenangan) mereka," tutur dia. 

Seperti yang diketahui lahan proyek Tropical Coastland dinilai beririsan dengan area wilayah hutan lindung. Dari total area pengembangan seluas 1.700 hektare, sebanyak 1.500 hektare di antaranya merupakan kawasan hutan lindung. 

3. Status PSN PIK 2 menjadi kewenangan Kementerian Perekonomian

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Dok Kemenko Perekonomian)

Sedangkan, ketika ditanyakan nasib status PSN pada PIK 2, Nusron mengatakan hal itu merupakan kewenangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Status PSN itu bukan menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN. 

"Bola sekarang di tangan Kemenko Perekonomian bukan di tangan kami. Kami hanya (memberikan) sudut pandang tata ruangnya. Tata ruang itu jadi pintu masuk untuk perizinan yang lain," katanya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us