Menteri PPPA: Demokrasi Tak Bisa Lepas dari Keadilan Gender

- Menteri PPPA, Arifah Fauzi, menekankan pentingnya keadilan gender dalam demokrasi yang berkelanjutan.
- Maraknya kekerasan terhadap perempuan memerlukan komitmen kolektif untuk menciptakan ruang setara dan aman bagi semua orang.
- LBH APIK konsisten mendampingi perempuan korban kekerasan selama 30 tahun dan berperan penting dalam perjuangan keadilan bagi perempuan.
Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menegaskan perjuangan mewujudkan keadilan gender jadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan demokrasi yang berkelanjutan. Dia mengatakan, demokrasi tak bisa berjalan adil, jika ada kelompok yang masih timpang dan alami kekerasan.
Maka maraknya kekerasan pada peremuan jadi alarm komitmen kolektif jadi hal yang diperlukan untuk menciptakan ruang setara dan aman bagi semua orang. Dia mengatakan, demokrasi juga bukan soal pesta politik pemilihan umum yang berlangsung tiap lima tahun, namun lebih besar daripada itu.
“Demokrasi bukan hanya soal pemilu lima tahunan, tetapi soal bagaimana hak-hak dasar warga negara, termasuk perempuan dan kelompok rentan lainnya dihormati, dilindungi, dan dipenuhi setiap hari. Demokrasi yang berkelanjutan adalah demokrasi yang memberi ruang partisipasi setara, yang menolak kekerasan dalam bentuk apa pun, dan yang menjamin keadilan sebagai fondasi kehidupan berbangsa,” kata dia, dikutip Kamis (22/5/2025).
1. Tiga dekade LBH APIK jadi rumah aman dan jembatan harapan

Dia mengaku, perempuan masih hadapi berbagai hambatan struktural untuk mengakses keadilan. Tak sedikit korban kekerasan yang disalahkan, diberi label, hingga diintimidasi ketika melaporkan kasus yang dialaminya.
Dia mengapresiasi peran LBH APIK yang secara konsisten membela hak-hak perempuan dan kelompok rentan lainnya. Ini diungkapkan dia saat acara 30 Tahun Kiprah Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan "(APIK)/Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK.
2. Pentingnya ruang partisipasi setara dan perlindungan hak-hak dasar

Selama tiga dekade, Arifah mengatakan LBH APIK konsisten mendampingi perempuan korban kekerasan, termasuk KDRT, kekerasan seksual, ekonomi, dan digital. LBH APIK, kata dia sudah berperan penting dalam perjuangan keadilan bagi perempuan.
"LBH APIK memiliki jaringan yang luas di berbagai daerah di Indonesia dan aktif dalam kegiatan pemberdayaan perempuan serta pendampingan hukum. Sejak 1995, LBH APIK telah menjadi ruang aman, rumah perjuangan, dan jembatan harapan. Tidak hanya memberi bantuan hukum, tetapi juga memberi keyakinan bahwa hukum bisa dan seharusnya berpihak pada keadilan substantif," katanya.
3. Lahirkan RUU Penghapusan KDRT

Pendiri sekaligus Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK, Nursyahbani Katjasungkana, menyampaikan bahwa LBH APIK didirikan untuk menciptakan sistem hukum yang adil sesuai amanat UUD 1945. Pada tahun pertama, LBH APIK menangani 115 kasus, 65 persen di antaranya KDRT, yang mendorong lahirnya RUU Penghapusan KDRT.
"Itu adalah keberhasilan pertama dalam advokasi kami, ketika kasus digunakan sebagai pintu masuk untuk memahami relasi struktural, baik relasi gender, relasi sosial, maupun respons sistem terhadap kekerasan," ujar Nursyahbani.