Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Migran CARE: Pemilu Lewat Pos di Hong Kong dan Makau Berpotensi Curang

Suasana pengambilan suara dari WNI yang ada di luar negeri (Dok. Migran CARE)

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) rencananya akan menerapkan metode pemungutan suara melalui jalur pos pada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Metode ini berlaku bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di Hong Kong dan Makau.

Menanggapi wacana ini, Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengungkapkan, keputusan ini berpotensi membatasi hak pilih pekerja migran Indonesia di dua negara itu.

"Metode pos atau surat menurut kajian dari BAWASLU RI merupakan salah satu potensi terjadinya kerawanan pemilu di luar negeri. Karena metode surat/pos adalah metode pemungutan suara yang tidak ada instrumen pengawasan dan pemantauannya, sehingga potensi kecurangan dan penyalahgunaan surat suara sangat tinggi sekali," kata dia dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (2/12/2023).

1. Tidak ada akses pemantauan untuk metode pemungutan suara lewat pos

Suasana pengambilan suara dari WNI yang ada di luar negeri (Dok. Migran CARE)

Wahyu mengatakan, selama ini Bawaslu, Pengawas Luar Negeri (Panwas LN), dan pemantau pemilu tidak pernah mendapatkan akses yang memadai untuk mengawasi dan memantau alur proses distribusi surat suara lewat metode pos atau surat ini.   

"Karena berada di luar jangkauan wilayah Republik Indonesia, pengawas dan pemantau juga tidak bisa mendapatkan akses jalur dari pemantauan ini," kata dia.

2. WNI di Hong Kong dan Makau antusias ke TPS

IDN Times/Imam Rosidin

Dengan menggunakan metode surat atau pos sebagai satu-satunya metode pemungutan suara, Wahyu khawatir akan terjadi pengabaian hak politik pekerja migran Indonesia di Hong Kong dan Makau. Padahal mereka, kata Wahyu, paling antusias dengan agenda pemilu.

Wahyu juga mengatakan, pemilih di Hong Kong dan Makau selalu konstan dengan angka partisipasi yang tinggi, dengan adanya metode datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Ini menunjukkan antusiasme kawan-kawan di Hong Kong dan selama ini metode TPS itu metode yang paling efektif untuk mendongkrak partisipasi pemilih di Hong Kong," kata dia.

3. Minta ada pendekatan ke otoritas resmi Hong Kong

Ilustrasi (IDN Times/Melani Indra Hapsari)

Dengan adanya wacana ini, Migrant CARE mendesak KPU dan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Hong Kong dan Makau untuk mempertimbangkan kembali opsi ini bersama-sama KJRI Hong Kong dan KBRI Beijing. Selain itu, perlu ada pendekatan kepada otoritas resmi Hong Kong untuk dapat melaksanakan pemungutan sura melalui TPS.

"Pada tahun 2019 otoritas Hong Kong memang melarang penggunaan lapangan Victoria Park sebagai tempat pemungutan suara seperti yang terjadi pada tahun 2014. Namun, pada tahun 2019 penyelenggara pemilu bisa menyelenggarakan pemilu di gedung-gedung pertemuan umum seperti sport hall di Hong Kong," kata dia. 

4. Bawaslu diminta awasi KPU dalam penyelenggaraan pemilu di luar negeri

Ilustrasi TPS (IDN Times/Melani Indra Hapsari)

Bukan hanya soal pekerja migran atau WNI yang menetap di Hong Kong serta Makau, Wahyu juga mengatakan, setiap hari ribuan orang Indonesia masuk ke sana dan bisa masuk daftar pemilih tambahan.

"Dalam pandangan Migrant CARE, opsi meniadakan mekanisme pemutusan suara melalui TPS bisa merupakan bentuk dari ketidakseriusan penyelenggara Pemilu Indonesia di Hong Kong untuk menyediakan tempat pemungutan suara yang memadai," kata dia.

Migrant CARE juga mendesak Bawaslu mengawasi  adanya potensi ketidakseriusan KPU  dalam penyelenggaraan pemilu di luar negeri, yang berpotensi menyebabkan hak pilih warga negara Indonesia di luar negeri dihalang-halangi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us