Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Misteri Kematian Hetina Mirip: Jenazah Dipendam Tak Manusiawi

Korban operasi militer Satuan Tugas Habema, Hetina Mirip (dok. Istimewa)
Korban operasi militer Satuan Tugas Habema, Hetina Mirip (dok. Istimewa)
Intinya sih...
  • Jenazah Hetina Mirip ditemukan sembilan hari setelah hilang, dengan tubuh tak utuh dan bau bangkai di sekitar lokasi.
  • Komnas HAM Papua menyebut Hetina diduga korban operasi militer Satgas Habema, namun belum bisa memastikan pelaku dari TNI atau TPNPB-OPM.
  • YLBHI Papua menilai tindakan terhadap Hetina sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, meminta pencabutan UU Nomor 3 Tahun 2025 dan pembentukan tim investigasi.

Jakarta, IDN Times - Bau semerbak tercium di balik semak-semak di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Jumat (23/5/2025). Warga berbondong mencari sumber bau tersebut.

Sesampainya dilokasi, sehelai selendang kuning muncul dari dalam tanah. Terlihat samar tubuh dengan baju merah.

Rupanya, sesosok jenazah yang ditanam dengan menyisakan bagian tubuhnya di permukaan itu adalah Hetina Mirip, seorang perempuan yang hilang setelah operasi militer Satuan Tugas Habema di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya pada Rabu, 14 Mei 2025 dini hari.

Jenazah Hetina ditemukan sembilan hari setelah dikabarkan hilang.

“Saat ditemukan, tubuhnya tak lagi utuh. Bau bangkai di sekitar lokasi menyengat. Warga langsung mengevakuasi jenazah,” kata Kepala Sekretariat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Papua, Frits Ramandey kepada IDN Times, Senin (26/5/2025).

Setelah jenazah diangkat dari dalam tanah, warga kemudian membawanya untuk ritual pembakaran jenazah.

“Pembakaran jenazah memang adat warga sekitar,” ujar Frits.

1. Hetina diduga korban pembunuhan dan dikubur

Korban operasi militer Satuan Tugas Habema, Hetina Mirip (dok. Istimewa)
Korban operasi militer Satuan Tugas Habema, Hetina Mirip (dok. Istimewa)

Setelah penemuan itu, Komnas HAM Papua melakukan penyelidikan untuk mencari tahu penyebab kematian. Berdasarkan keterangan yang dikumpulkan, Komnas HAM Papua menyebut Hetina diduga salah satu korban operasi militer Satgas Habema.

“Secara umum dari mitra kami di Intan Jaya mereka kirim laporan ke saya. Ibu itu dibunuh lalu dikubur dengan cara yang tidak manusiawi, sehingga sebagian tubuhnya itu tidak bisa terkubur,” kata Frits.

“Sehingga kemudian Masyarakat di situ ketika melakukan pencarian dan menemukan bahwa ibu tersebut itu setelah tertembak lalu dikubur dengan cara yang tidak manusiawi,” lanjutnya.

2. Belum diketahui Hetina korban TNI atau TPNPB

Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom saat wawancara dengan IDN Times pada 2021. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Namun demikian, Komnas HAM Papua belum bisa memastikan apakah Hetina korban dari aparat TNI atau TPNPB-OPM. Sebab menurutnya, di daerah rawan konflik, warga sipil sering dijadikan tameng oleh TPNPB.

“Namun kami juga menyayangkan, TNI melakukan operasi semi militer di pemukiman sipil. Seharusnya, cukup mengepung dan meminta yang bersangkutan (TPNPB) untuk menyerahkan diri,” kata dia.

Berdasarkan tradisi suku Migani atau mereka yang mendiami tanah di Intan Jaya, perempuan dilarang keras jadi korban kekerasan. Apalagi hingga menyebabkan korban tewas akibat penembakan dari konflik bersenjata yang terjadi.

“Karena itu bertentangan dengan kearifan lokal masyarakat di situ,” ujar dia.

3. Operasi Satgas Habema menewaskan 18 orang

TPNPB-OPM Kodap VIII Intan Jaya. (IDN Times/Istimewa)

Sebelumnya, Satgas Habema terlibat baku tembak dengan TPNPB-OPM yang dipimpin oleh Undius Kogoya di Distrik Sugapa pada Rabu, 14 Mei 2025 dini hari. Dalam peristiwa tersebut, terdapat 18 korban tewas yang diklaim adalah anggota TPNPB.

Namun demikian, Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom membantah dan menyatakan bahwa korban anggota TPNPB hanya tiga orang. Sementara itu, sisanya merupakan warga sipil.

“Mereka yang lain adalah masyarakat sipil yang tewas ditembak TNI,” kata Sebby.

4. Anak Hetina membuat surat terbuka untuk Presiden Prabowo

Presiden Prabowo hadir dalam Kongres IV Tunas Indonesia Raya (Tidak) (Tim Media Prabowo)

IDN Times menerima pesan terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dari seseorang mengatasnamakan Antonia Hilaria Wandagau yang mengaku anak dari Hetina Mirip. Pesan terbuka itu juga viral di media sosial dengan lampiran foto terakhir Hetina dan saat korban ditemukan.

Ia meminta Presiden Prabowo Subianto membuka mata terhadap konflik bersenjata di Papua yang memakan korban sipil.

Antonia Hilaria Wandagau menegaskan, ibunya yang tewas tertembak dalam operasi militer Satgas Habema hanyalah seorang ibu rumah tangga dan bukan bagian dari kelompok bersenjata.

"Ibu saya, Hetina Mirip, bukan kombatan. la bukan bagian dari kelompok bersenjata, bukan pula musuh negara. la hanya seorang perempuan Papua, ibu rumah tangga," ujarnya.

"Tentara datang, rumah kami dikepung, dan ibuku ditembak, dibakar di halaman rumah, tepat di depan mata saya. la dikubur tanpa upacara, tanpa upaya hukum," sambungnya.

5. YLBHI Papua minta investigasi pelanggaran HAM

default-image.png
Default Image IDN

Dari peristiwa ini, YLBHI Papua menilai, tindakan terhadap Hetina Mirip merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan seperti yang dimaksud pada Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Selain dugaan tindak pidana pelanggaran HAM berat, YLBHI juga menilai, konflik bersenjata di Kabupaten Intan Jaya diduga terjadi karena ketidakjelasan status daerah darurat konflik.

Oleh karena itu, YLBHI meminta Presiden Prabowo mencabut UU Nomor 3 Tahun 2025 yang dapat digunakan sebagai dasar hukum adanya konflik bersenjata yang melahirkan dugaan pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan di Papua.

“Menteri Hak Asasi Manusia segera mencari alternatif kebijakan penyelesaian persoalan politik di Papua untuk mengakhiri konflik bersenjata di Papua,” ujar Pengurus Harian YLBHI Papua, Emanuel Gobay kepada IDN Times.

Selain itu, mereka meminta Ketua Komnas HAM RI segera bentuk Tim investigasi dan melakukan penyelidikan atas adanya dugaan tindakan pidana pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan di Kabupaten Intan Jaya.

“Panglima TNI segera perintahkan Kogabwilhan III untuk memfasilitasi Komnas HAM RI agar dapat menyelidiki Anggota Satgas Gabungan TNI Koops Operasi Habema di Intan Jaya atas dugaan tindakan pidana pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujarnya.

6. TNI: Mama Hetina dibunuh kelompok separatis

TNI pun angkat bicara dan membantah bahwa pihaknya membunuh Hetina. Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia, Mayor Jenderal TNI Kristomei Sianturi menyebut, Hetina tewas dibunuh TPNPB-OPM.

“Klarifikasi dari pihak berwenang dan masyarakat lokal menyatakan bahwa Mama Hetina meninggal akibat kekerasan yang dilakukan kelompok separatis bersenjata OPM, bukan oleh aparat TNI,” kata Kristomei kepada IDN Times.

Ia menjelaskan, Hetina ditemukan meninggal dunia pada 23 Mei 2025 di Kampung Dugusiga, Distrik Sugapa. Berdasarkan keterangan saksi, perempuan lanjut usia tersebut mengalami gangguan jiwa dan sering berkeliaran seorang diri di hutan.

Ia terakhir terlihat hidup pada 15 Mei 2025, setelah mengungsi ke Kampung Mamba Bawah akibat ancaman dari kelompok bersenjata.

“Ini murni hoaks yang dirancang untuk membentuk opini sesat bahwa TNI membunuh warga Papua. Faktanya, sejak 15 Mei 2025, TNI sudah ditarik dari Kampung Sugapa Lama atas permintaan Bupati dan tokoh masyarakat setempat,” ujarnya.

Pada 18 Mei 2025, Hetina dilaporkan hilang dari posko pengungsian. Warga menduga ia kembali ke kampung asalnya, Jaindapa.

Dalam perjalanan, ia dicegat dan ditembak oleh kelompok bersenjata OPM pimpinan Daniel Aibon Kogoya, yang menuduhnya sebagai mata-mata TNI.

Selain itu, klaim bahwa Hetina memiliki anak adalah tidak benar. Berdasarkan keterangan warga dan tokoh adat, Hetina tidak memiliki keturunan atas nama Antonia Hilaria Wandagau.

TNI menghimbau seluruh masyarakat agar tidak menjadi penyebar hoaks dan memverifikasi setiap informasi, terutama yang berkaitan dengan konflik bersenjata di Papua.

“Kami mengajak masyarakat untuk tidak mudah percaya pada narasi fitnah. Yang terjadi justru menunjukkan kekejaman kelompok separatis yang menebar teror bahkan terhadap warga tak bersenjata. Setiap upaya adu domba antara aparat dan masyarakat adalah bagian dari strategi kelompok separatis untuk melemahkan kepercayaan publik. Jangan terprovokasi,” ujar dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us