MK Tolak Semua Gugatan Uji Formil UU TNI

- Mahkamah Konstitusi menolak lima gugatan uji formil UU TNI.
- Empat perkara tidak diterima karena tidak memiliki kedudukan hukum.
- Putusan terpisah untuk perkara nomor 81/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil.
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak lima gugatan uji formil UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang dibacakan pada hari ini, Rabu (17/9/2025).
Dari lima perkara yang dibacakan, empat di antaranya dibacakan lebih dulu. MK menyatakan empat perkara itu tidak dapat diterima karena tidak memiliki kedudukan hukum. Keempatnya ialah perkara nomor 75/PUU-XXIII/2025, 69/PUU-XXIII/2025, 56/PUU-XXIII/2025, dan 45/PUU-XXIII/2025.
Kemudian, MK membacakan putusan secara terpisah satu perkara sisanya yakni nomor 81/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil yang mengatasnamakan sebagai Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan. Di antaranya yang tergabung dalam permohonan ini ialah lembaga swadaya masyarakat dari YLBHI, Kontras, dan Imparsial.
Dalam perkara Nomor 81, terdapat empat hakim MK yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Mereka ialah Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani.
"Di mana empat hakim tersebut bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum dan seharusnya Mahkamah mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Suhartoyo di ruang sidang MK, Jakarta Pusat.
Sementara, Hakim MK Guntur Hamzah mengungkap berbagai pertimbangan menolak perkara nomor 81. Di antaranya karena MK menganggap, dalam mengesahkan UU TNI, pembentuk undang-undang telah melakukan upaya untuk membuka ruang partisipasi masyarakat.
"Sejalan dengan itu, pembentuk undang-undang juga melakukan upaya baik melalui tatap muka dalam berbagai diskusi publik maupun melalui metode berbagi informasi secara elektronik melalui laman (website) resmi maupun kanal youtube yang dapat diakses oleh masyarakat yang membutuhkan, terutama para pemangku kepentingan (stakeholders) yang hendak menggunakan haknya untuk berpartisipasi," ucap Guntur.
"Artinya, pembentuk undang-undang telah menyediakan beberapa pilihan metode atau sarana partisipasi publik, serta tidak ada upaya untuk menghalangi masyarakat yang hendak berpartisipasi dalam proses pembentukan RUU Perubahan Atas UU 34/2004 yang dapat dijadikan bahan dalam mengambil keputusan untuk merumuskan norma pada setiap pembentukan undang-undang, in casu RUU Perubahan Atas UU 34/2004," sambung dia.
Selain itu, bukti pendukung yang disampaikan Pemohon terkait sulitnya mengakses dokumen RUU TNI juga dianggap tidak melanggar.
"Berkenaan dengan permasalahan dokumen yang tidak dapat diakses adalah tidak tepat jika dikaitkan dengan pelanggaran asas keterbukaan sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon," imbuh Guntur.