Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pakar Belanda Ungkap Cara Caleg Tak Perlu Bohir dan Ongkos Politik

Ilustrasi anggota legislatif dipilih lewat Pemilihan Legislatif (Pileg) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Di Belanda, caleg tidak perlu mengeluarkan ongkos politik untuk maju di pemilu.
  • Partai politik di Belanda memiliki anggaran yang cukup untuk membiayai kampanye caleg.
  • Sistem politik Belanda membuat tidak ada praktik politik uang dan transaksional dalam pemilihan umum.

Jakarta, IDN Times - Profesor Antropologi Politik Komparatif Universitas Amsterdam, Ward Berenschot menjelaskan sistem kepartaian, kaderisasi, dan pencalonan yang dianut Belanda untuk mengantisipasi mahalnya ongkos politik.

Ward mengaku, istrinya merupakan kader partai sekaligus anggota legislatif di Belanda. Di mana saat mencalonkan diri di Pileg, mereka tak menggelontorkan uang sama sekali.

"Ada satu hal yang menurut saya sangat bagus di Belanda terkait ongkos politik. Kebetulan saya punya istri yang ikut politik, dia anggota DPR. Dia tidak keluar uang berapapun untuk menjadi anggota legislatif," kata Ward saat jadi pembicara dalam acara Indonesia Electoral Reform Outlook Forum 2024 yang diadakan Perludem di Jakarta, Rabu (18/12/2024).

1. Parpol punya anggaran dan subsidi dari negara sehingga bebas dari jeratan bohir

IDN Times/Ilman

Ward menuturkan di negaranya, parpol memiliki pengelolaan anggaran yang sangat baik dan mampu membiayai kadernya untuk berkampanye. Secara garis besar, parpol mendapat sumber dana dari kolektif anggota partai dan subsidi negara. Dengan begitu, kader yang mencalonkan diri tak perlu bekerja sama dengan pemodal alias bohir.

"Di Belanda (caleg) tidak harus keluar uang karena parpol punya anggaran cukup untuk berkampanye. Dan anggaran itu tidak muncul dari bohir, itu uang dari dua unsur atau sumber. Satu itu dari subsidi negara, yang kedua dari anggota partai," ungkap dia.

2. Anggaran di Belanda cukup karena tidak ada politik uang

Ilustrasi kampanye politik uang (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Anggaran parpol di Belanda juga bisa efektif dan tidak perlu mengeluarkan ongkos besar karena tidak adanya praktik politik uang.

Ward menegaskan sistem yang ideal itu pada akhirnya membuat tidak berkembangnya politik transaksional.

"Kenapa ini cukup, karena tidak ada praktik bagi-bagi dan beli suara. Jadi elemen ini memang membuat semakin sehat dengan tidak ada politik utang budi dengan partner bisnis. Jadi ini memang aspek yang relevan, itu juga latar belakang menurut saya mengapa harus meningkatkan praktik keanggotaan parpol," tegasnya.

3. Demokrasi Indonesia terjerat lingkaran setan

Gedung MPR sambut pelantikan Presiden-Wakil PPresiden periode 2024-2029 (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Lebih lanjut, Ward berpandangan, saat ini demokrasi Indonesia terperangkap dalam lingkaran setan. Sebab, biaya politik yang mahal mengakibatkan munculnya perilaku korupsi dan oligarki. 

“Demokrasi Indonesia terperangkap dalam lingkaran setan, biaya tinggi menimbulkan korupsi dan oligarki, menyebabkan pemilih menuntut uang, dan menyebabkan biaya tinggi,” ujar dia.

Ward berpandangan, untuk keluar dari perangkap tersebut, diperlukan adanya reformasi sistem pemilu secara menyeluruh. Ia pun mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk Perludem, untuk terus mendorong reformasi sistem pemilu. Salah satunya bisa dengan terus mengusulkan wacana itu kepada pembentuk undang-undang.

Ia meyakini, dengan adanya reformasi sistem yang ada, pemilu Indonesia mengalami perkembangan hingga mengurangi transaksi elektoral suara. Selain itu, agenda reformasi sistem pemilu juga bisa membatasi mahar politik, memperkuat parpol dan meningkatkan pendanaan politik.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us