Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pakar: Klarifikasi DPR Soal Video Joget Tidak Maksimal dan Terlambat

WhatsApp Image 2025-11-03 at 11.49.37 AM.jpeg
Tangkapan layar situasi sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) permintaan keterangan saksi dan pendapat ahli terkait pelanggaran kode etik 5 anggota non-aktif DPR (YouTube/TV Parlemen)
Intinya sih...
  • Pakar media sosial Ismail Fahmi menyoroti lemahnya strategi institusi negara dalam melawan disinformasi terkait video viral anggota DPR yang sedang menari.
  • Klarifikasi yang dikeluarkan DPR datang terlambat dan tidak disampaikan secara maksimal, sehingga kalah dengan narasi hoaks yang sudah menyebar.
  • Fahmi merekomendasikan dua pendekatan utama bagi DPR: mengantisipasi respons publik dan membentuk quick response team untuk merespons hoaks dalam hitungan jam.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pakar media sosial Ismail Fahmi menyoroti lemahnya strategi institusi negara dalam melawan disinformasi terkait video viral anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sedang menari (joget). Pernyataan ini disampaikannya sebagai saksi ahli dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Senin (3/11/2025).

Menurut Fahmi, klarifikasi yang dikeluarkan DPR datang terlambat dan tidak disampaikan secara maksimal. "Klarifikasinya datang agak lama sekali. Penjelasan bahwa joget itu bukan karena kenaikan gaji pun tidak disampaikan dengan maksimal,” ujar Founder Drone Emprit tersebut.

Ia menganalisis klarifikasi yang lambat dan tidak menarik pasti akan kalah dengan narasi hoaks yang sudah terlanjur menyebar. "Pasti kalah dengan narasi yang dibingkai sedemikian rupa, bahwa joget itu dilakukan karena gaji naik. Narasi itulah yang melekat di benak masyarakat selama berhari-hari," jelas Fahmi.

Dalam pemaparannya, Fahmi menyebutkan bahwa klarifikasi fakta dari pihak berwenang cenderung "kering" dan tidak menarik secara emosional. Sebaliknya, konten hoaks dirancang khusus untuk menyentuh sisi emosi audiens.

Hal ini, lanjutnya, diperkuat oleh hasil monitoring analisis sentimen yang menunjukkan sentimen negatif nomor satu adalah kepada DPR yang disebabkan oleh peredaran video tersebut. Dia menjelaskan, kontras antara kondisi sosial ekonomi masyarakat yang sulit dengan video yang dibingkai secara negatif sangat mudah memicu kemarahan publik. Sebagai solusi, Fahmi merekomendasikan dua pendekatan utama bagi DPR:

Pertama, Mengantisipasi Respons Publik: Memetakan berbagai kemungkinan tanggapan masyarakat sebelum sebuah kebijakan atau peristiwa terjadi.

Kedua, Membentuk Quick Response Team: Membentuk tim respons cepat internal yang dapat bertindak dalam hitungan jam.

"Harus ada quick response. Ini tidak bisa kita serahkan ke pihak lain, misalnya menunggu Kominfo, karena akan terlambat. Koordinasi komunikasi ini harus ada di dalam institusi DPR itu sendiri," kata Fahmi.

Lebih lanjut, Fahmi mengatakan DPR seharusnya sudah merespons dalam hitungan jam sejak penyebaran hoaks tersebut terjadi. "Dalam hitungan jam, Pak. Ketika hoaks terjadi, pihak yang paling tahu fakta sebenarnya, misalnya tentang joget itu, adalah kita. Jangan menunggu lama, kalau bisa dalam hitungan jam, fakta yang benar harus segera disampaikan."

Sebelumnya, persidangan etik ini berawal dari beredarnya sebuah video viral di platform YouTube. Video berdurasi 14 menit 41 detik yang diunggah di akun KajianOnline pada Sabtu (27/9/2025) itu menampilkan narasi bahwa ratusan anggota DPR berjoget karena RUU Perampasan Aset batal disahkan.

Dalam video tersebut, terlihat sejumlah anggota DPR sedang berjoget di dalam ruang rapat paripurna. Adegan juga menampilkan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang tampak bersama pimpinan DPR dan MPR. Video itu tidak hanya berisi rekaman langsung, tetapi juga memuat sejumlah potongan berita yang disusun untuk mendukung narasinya.

Penulis: Anggia Leksa Putri

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us

Latest in News

See More

Berkas Belum Lengkap, Penahanan Melani Mecimapro Tak Bisa Diperpanjang

03 Nov 2025, 18:09 WIBNews