Pakar Sebut Motor Mogok Massal di Jatim Bukan karena Pertalite Campur Etanol

- Fahmy menilai kerusakan motor usai mengisi Pertalite perlu dibuktikan dengan uji laboratorium.
- Program pemerintah ingin menerapkan BBM dengan campuran etanol 10 persen untuk energi bersih.
Jakarta, IDN Times - Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menanggapi soal polemik kasus mogok massal motor milik warga di sejumlah daerah Jawa Timur. Menurut dia, kendaraan roda dua itu mogok bukan karena Pertalite mengandung etanol 10 persen sebagaimana kabar yang beredar.
Dia mengatakan, jenis bensin yang memakai campuran etanol adalah Pertamax Green dengan kadar lima persen.
“Saya rasa gak benar ya. Jadi yang sekarang ini menggunakan E5 sebenarnya bukan Pertalite, tapi Pertamax Green dengan campuran etanol 5 persen. Rencananya akan naik jadi 10 persen. Pertalite saya kira tidak (menggunakan etanol),” kata Fahmy dalam diskusi publik, Kamis (30/10/2025).
1. Perlu dibuktikan dengan uji laboratorium

Fahmy mengatakan, terjadinya kerusakan pada sejumlah motor usai mengisi BBM bersubsidi tersebut perlu dibuktikan dengan uji laboratorium untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Dia menilai, dugaan pencampuran Pertalite dengan bahan lain hingga memicu kerusakan mesin belum dapat dibuktikan.
Menurut dia, sebenarnya program pemerintah yang ingin menerapkan BBM dengan campuran etanol 10 persen dalam rangka menuju energi bersih. Namun, Fahmi meminta pemerintah untuk tetap menyediakan BBM tanpa campuran etanol karena masih ada beberapa kendaraan lama yang belum ramah BBM dengan campuran etanol.
“Saya mendukung E10, tapi jangan diwajibkan semua BBM dicampur etanol. Jangan sampai konsumen tidak punya pilihan,” ujar dia.
2. Pemerintah perlu gerak cepat respons isu agar tidak liar

Sementara, Guru Besar Kebijakan Publik UGM, Wahyudi Kumorotomo, mengatakan, isu Pertalite dicampur etanol hingga merusak kendaraan merupakan informasi tidak benar. Menurut dia, isu tersebut berpotensi dimainkan oleh pihak tertentu yang merasa kepentingannya terganggu, terutama dalam rantai impor migas.
Dia menilai, isu viral seperti itu dapat digunakan sebagai alat serangan balik kelompok yang merasa dirugikan akibat penertiban mafia migas. Pemerintah perlu bergerak cepat merespons isu-isu seperti ini sebelum semakin liar.
“Pemerintah punya instrumen banyak. Untuk melawan hoaks, salah satunya pemerintah bisa menutup IP dari penyebar hoaks. Kominfo bisa dikerahkan,” kata dia.
Sementara, Pakar Ekonomi dari STIE YKPN Yogyakarta, Rudy Badrudin, mengatakan, belum ada bukti ilmiah bahwa Pertalite menjadi penyebab motor bermasalah. Dia menilai, fenomena tersebut bisa saja bersifat kasuistik di satu daerah saja, dan perlu investigasi teknis yang lebih rinci.
Rudy menyoroti pentingnya pihak terkait segera turun tangan melakukan pemeriksaan lapangan.
“Kalau gak direspons, nanti akhirnya menjadi bumerang bagi masyarakat sendiri untuk tidak mengkonsumsi BBM dari Pertamina,” kata dia.
3. Ada 162 laporan soal BBM jenis Pertalite di Jawa Timur, keluhan terbanyak di Bojonegoro

Area Manager Communication, Relations and CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Ahad Rahedi, mengungkapkan, pihaknya sejauh ini telah menerima 162 laporan terkait masalah pada BBM jenis pertalite. Laporan paling banyak berada di wilayah Bojonegoro dan Tuban.
"Sampai hari ini melalui kanal resmi pelaporan di posko maupun langsung menuju SPBU tempat pembelian terakhir sebanyak 162 laporan. Sementara untuk Malang Raya sendiri terdapat baru 4 laporan per hari ini. Paling banyak di Bojonegoro ada 59 laporan sampai hari ini, dan yang kedua di daerah Tuban ada 44 laporan," terangnya usai melakukan sidak di SPBU Pertamina Asrikaton, Kabupaten Malang pada Rabu (29/10/2025).
Ahad menyampaikan kalau pihaknya terus membuka ruang untuk masyarakat yang ingin melaporkan kendaraannya yang mengalami masalah usai mengisi BBM jenis Pertalite. Ia menyampaikan kalau posko pengaduan yang mereka buat terbuka selama 24 jam.

















