Pengamat: Mahasiswa Terpecah Belah oleh Kepentingan Politik

- Media sosial mempermudah mahasiswa untuk memobilisasi masyarakat
- Mahasiswa Indonesia lebih independent tapi mudah terprovokasi
- Aksi mahasiswa tak bisa berdiri sendiri, banyak gerakan terafiliasi dengan politik
Jakarta, IDN Times - Pengamat Politik dan Militer, Selamat Ginting menilai gerakan mahasiswa saat ini sudah mulai terafiliasi dengan kepentingan politik. Hal tersebut di sampaikan dalam diskusi publik Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMAN) di Tebet, Jakarta Selatan , pada Jumat (19/9/2025).
“Itu kritik saya di situ. Mahasiswa mulai terpecah oleh berbagai kepentingan politik, bahkan sebagian mulai masuk ke dalam partai politik. Jadi ada pergeseran dari idealisme ke pragmatisme,” kata Pengamat Politik dan Militer Selamat Ginting.
1. Media sosial punya kekuatan untuk memobilisasi masyarakat

Selamat Ginting menyampaikan, aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa dari berbagai organisasi pada 2000-an masif dilakukan, namun tidak konsisten dan terpusat. Sementara, saat ini media sosial mempermudah mahasiswa untuk memobilisasi masyarakat.
“Media sosial mulai digunakan untuk memobilisasi masyarakat. (7:48) Jadi inilah perbandingan aspek mahasiswa tahun 1970an, 80an, 90an, dan 2000an,” kata dia.
2. Mahasiswa Indonesia lebih independent tapi mudah terprovokasi

Selain itu, Selamat juga menyinggung persoalan mahasiswa Indonesia yang independent namun mudah terprovokasi.
“Nah kalau di Indonesia yang saya catat, mahasiswanya lebih independen, tapi mudah terprovokasi juga. Jadi ya harus di, apa namanya, filternya harus diperkuat,” kata dia.
Selamat juga sempat menyinggung gerakan yang terjadi di Nepal. Menurut dia aksi yang terjadi di Nepal tersebut lebih radikal karena karakter gerakan mahasiswanya terafiliasi langsung dengan partai komunis. Dia berharap bentuk aksi yang terjadi di negara tersebut tidak terjadi di Indonesia
“Dan mudah-mudahan ini jangan sampai berlaku di Indonesia dengan sangat tidak manusiawi menurut saya. Nah perbandingan dengan Indonesia, orientasi politiknya masih di Nepal itu sangat ideologis ya, kiri radikal. Kalau di Indonesia cenderung pragmatis dan cair, lalu hubungan dengan partai di Nepal itu sangat dekat, bahkan jadi bagian dari partai politik," kata dia.
3. Aksi mahasiswa tak bisa berdiri sendiri

Menurut Selamat, aksi mahasiswa adalah sebuah hal yang berproses dan berkesinambungan. Namun saat ini banyak gerakan yang mulai terafiliasi dengan politik.
Sementara, aksi yang terjadi pada tahun 1998 bukanlah bentuk aksi yang bisa berdiri sendiri. Selamat menyampaikan, mahasiswa menjadi satu-satunya faktor pendorong jatuhnya kepemimpinan Soeharto.
“di mana mahasiswa menjadi katalis ya, bukan satu-satunya faktor menjadi katalis jatuhnya Presiden Suharto. Nah aksi langsung seperti gerakan mahasiswa 1998 tentu saja tidak berdiri sendiri. Abang-abangnya atau kakak-kakaknya sudah memulai dari 1970-an, 1980-an,” kata dia.
Diketahui, Koordinator Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMAN) menyampaikan pihaknya akan terus mengawal dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat.
“Kami juga akan mengkritisi dan juga mengetik segala kebijakan-kebijakan yang kami anggap merugikan masyarakat,” kata Koordinator AMAN, Agus Muliara.
Selain itu, mereka juga akan ikut melakukan aksi demonstrasi jika rekomendasi yang mereka buat ke depannya tidak didengarkan oleh pemerintah.