Perppu Cipta Kerja Banjir Kritik, Yasonna: Biasalah, Itu Normal

Jakarta, IDN Times - Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022, terkait UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja banjir kritik usai diterbitkan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo.
Menanggapi hal itu, Menteri Hukum dan HAM (Kemenkumham) Yasonna H Laoly mengatakan bahwa kritik adalah sesuatu yang normal. Pihaknya juga sudah melakukan berbagai upaya menanggapi keputusan MK yang menyebut bahwa UU Ciptaker adalah inkonstitusional.
"Biasalah. Kritik itu normal. Tapi ini pascakeputusan Mahkamah Konstitusi kita sudah melakukan sosialisasi, jaring aspirasi ke banyak pihak stakeholder yang ada. Jadi sudah kita, ada masukan, ada perubahan terutama di tenagakerjaan ya. Ini sudah kita tampung dengan baik," kata Yasonna ditemui di gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2023).
1. UU Ciptaker diklaim mudahkan dunia usaha saat resesi

Yasonna mengklaim Perppu Nomor 2 Tahun 2022 untuk merespons potensi resesi di dunia dan untuk mempercepat pemulihan dari resesi.
"Nah kalau untuk mempecepat, kita bisa recover atau bisa bangkit, UU Ciptaker itu adalah bisa memudahkan usaha, keberpihakan kepada UMKM ini dapat kita dorong lebih baik lagi sehingga nanti kita berharap dampak dari ekonomi yang kurang baik tahun 2023 dapat dimitigasi," ujarnya,
2. Usai ada putusan MK, UU Ciptaker tetap lanjut

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Kala itu, Yasonna mengatakan putusan MK jadi perhatian dari berbagai pihak hingga pada Presiden Jokowi, terkait kelanjutan dari UU Ciptaker.
"Kami katakan 'masih tetap berlanjut tetapi kami akan memenuhi keputusan Mahkamah Konstitusi'. Nah setelah kita lihat prognosis, makanya panjang, setelah satu tahun kita melakukan ini sekarang," ujarnya.
3. Tak bisa 100 persen puaskan masyarakat

Dia juga mengatakan partisipasi bermakna atau meaningful participation sudah dipenuhi dalam proses pembentukkan Perppu ini. Dia juga mengaku menerima adanya perbedaan di tengah masyarakat soal Perppu ini dan setiap beleid yang muncul pasti tidak bisa 100 persen memenuhi hasrat kepuasan masyarakat.
"Supaya memenuhi syarat ketentuan perundang-undanganan, minimum partisipation, jadi itu sudah kita penuhi ya. Bahwa tentunya tidak bisa 100 persen semua memuaskan masyarakat, pasti. Ada perspektif berbeda-beda. Tapi kita berupaya supaya masukan-masukkan itu kita akomodasi dan tidak, kami memenuhi apa yang disampaikan Mahkamah Konstitusi," kata dia.