Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pimpinan KPK Sebut Direksi BUMN Masih Bisa Dijerat UU Tipikor

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak (dok. Humas KPK)
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak (dok. Humas KPK)
Intinya sih...
  • UU BUMN menyebut direksi BUMN bukan lagi sebagai penyelenggara negara
  • Direksi BUMN masih bisa dijerat meski bukan penyelenggara negara menurut Wakil Ketua KPK Johanis Tanak
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN menjadi perdebatan karena menyebut direksi BUMN tak lagi sebagai penyelenggara negara. Sebab, hal itu dinilai membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa menjerat mereka karena sudah bukan penyelenggara negara lagi.

Namun, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak berpandangan lain. Ia menilai direksi BUMN masih bisa dijerat meski dalam UU BUMN yang baru bukan lagi sebagai penyelenggara negara.

"Secara yuridis, direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN tidak termasuk sebagai penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam UU Tipikor, terhitung sejak UU Nomor 1 Tahun 2025. Tapi peristiwa hukum yang terkait dengan Tipikor yang terjadi sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2025, masih bisa diproses sesuai ketentuan UU Tipikor," ujar Johanis Tanak, Selasa (6/5/2025).

1. UU BUMN dinilai sesuai teori ilmu hukum

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak (dok. Humas KPK)
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak (dok. Humas KPK)

Johanis Tanak mengatakan,  direksi, komisioner dan dewan Pengawas BUMN yang berbentuk PT memang seharusnya bukan penyelenggara negara. Menurutnya, hal itu sesuai dengan teori ilmu hukum.

"Jadi menurut teori ilmu hukum, badan hukum sama dengan manusia yang dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana layaknya perbuatan hukum yang dilakukan oleh manusia," ujarnya.

Oleh karena itu, penyertaan modal yang disetor oleh pemegang saham kepada PT akan dibalas dengan pemberian surat berharga berupa sejumlah lembaran saham yang nilainya sama dengan yang disetor sebagai penyertaan modal. Dengan demikian, modal yang disetor tersebut menjadi kekayaan PT selaku BH Privat.

"Karena PT (Perseo) sebagai badan hukum privat maka direksi, komisaris, dan dewan pengawas selaku organ PT (Persero) tidak dapat dikualifikasi sebagai Penyelenggara Negara karena hanya Organ dari badan hukum publik yang termasuk Penyelenggara Negara," ujarnya.

2. KPK masih akan kaji UU BUMN

Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo (dok. Humas KPK)
Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo (dok. Humas KPK)

Meski begitu, KPK secara kelembagaan belum memberiksa sikap tegas terkait hal ini. KPK melalui juru bicaranya mengatakan, UU BUMN masih akan dikaji lebih dulu.

"KPK saat ini sedang melakukan kajian terkait dengan UU 1/2025 terkait dengan BUMN, bagaimana kaitannya dengan tugas, fungsi, dan kewenangan KPK," ujar Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (5/5).

Budi mengatakan, KPK juga akan melihat peraturan dan ketentuan lainnya seperti KUHAP, UU Tipikor, hingga UU Keuangan Negara. Seluruh aturan tersebut akan dikaji.

"Semua UU itu kemudian nanti akan dikaji oleh KPK untuk melihat seperti apa UU BUMN kaitannya dengan tugas, fungsi, dan kewenangan upaya pemerantasan korupsi oleh KPK, baik melalui pendekatan penindakan, pencegahan, ataupun pendidikan," tutur Budi.

3. UU BUMN sebut petinggi BUMN bukan Penyelenggara Negara

Kantor pusat Kementerian BUMN. (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Kantor pusat Kementerian BUMN. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 3X Ayat 1 Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara. Hal senada juga ditegaskan kembali dalam Pasal 9G yang berbunyi: Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Sedangkan dalam Pasal 11 Ayat 1 UU KPK disebutkan, KPK berwenang melaukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain serta atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us