Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PPATK Sebut Ada 8 Modus Penggelapan Dana Kampanye Pemilu 2024

Rapat koordinasi tahunan 2023 PPATK, Kamis (19/1/2023). (IDN Times/Rivera Jesica Souisa)
Rapat koordinasi tahunan 2023 PPATK, Kamis (19/1/2023). (IDN Times/Rivera Jesica Souisa)

Jakarta, IDN Times - Deputi Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Maimirza, menyebut setidaknya ada delapan modus penggelapan dana kampanye pada Pemilu 2024.

“Modus pertama adalah adanya penerimaan dana kampanye yang melebihi batasan sumbangan dana kampanye dari pihak lain perseorangan dengan memecah-mecah transaksi sumbangan,” ujar Maimirza dalam Rapat Koordinasi Tahunan 2023 PPATK, di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023).

1. Penyetoran tunai menyulitkan identifikasi profil penyumbang dana

ilustrasi uang (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)
ilustrasi uang (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Selanjutnya, ada modus penerimaan dana kampanye dari pihak perseorangan kepada calon legislatif (caleg) ke rekening pribadi tanpa melalui Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). Kemudian, PPATK menduga adanya pemberian dana tunai dalam jumlah signifikan.

"Adanya penyetoran tunai dalam jumlah signifikan, sehingga tidak teridentifikasi profil pihak penyumbang dana," ujar dia.

Bahkan, adapula modus berupa penjualan valuta asing (valas) dalam jumlah signifikan yang dilakukan peserta pemilu ataupun petugas parpol. Modus ini berupa penukaran uang secara tunai (cash to cash) atau melalui akun rekening (cash to account).

"Adanya pemanfaatan sarana rekening lainnya yang tidak terdaftar sebagai RKDK dan digunakan untuk sarana penampungan dan penggunaan dana," ujarnya.

2. RKDK hanya dijadikan sarana kamuflase transaksi

Ilustrasi transaksi. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi transaksi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain itu, PPATK pun menyebut, mayoritas kondisi RKDK hanya untuk sarana penampungan dan kamuflase transaksi. Karena itu, kegiatan tersebut tergolong dalam modus penggelapan dana kampanye. 

"Juga adanya indikasi pemanfaatan sarana koperasi sebagai sarana penghimpunan dan perpindahan dana kampanye," kata dia.

Terakhir, adanya penggunaan petugas partai atau pihak ketiga yang bertugas sebagai pengelola dana sumbangan dan kampanye di luar struktur tim pemenangan.

Dalam mencegah modus kejahatan penggelapan dana selama masa kampanye ini, PPATK terus berkolaborasi bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Hal ini dilakukan demi menciptakan pemilu yang berintegritas di Tanah Air.

"Kerja sama dengan PPATK dalam rangka untuk terus memastikan pemilu di Indonesia adalah pemilu berintegritas," kata Komisioner KPU, Idham Holik.

3. Capres dan cawapres hanya boleh menerima sumbangan dana maksimal Rp25 miliar

Ilustrasi Pemilu. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi Pemilu. (IDN Times/Mardya Shakti)

Sebagai informasi, pada dasarnya peserta pemilu mulai dari partai politik hingga calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) wajib membuat RKDK.

Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 34, capres dan cawapres hanya boleh menerima dana sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 2,5 miliar. Sedangkan, dari kelompok atau perusahaan sebesar Rp25 miliar. Begitu juga dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 

Berbeda dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang calon anggotanya hanya boleh menerima maksimal Rp750 juta dari perseorangan dan Rp1,5 miliar dari kelompok atau perusahaan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
Dwifantya Aquina
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us