Pria yang Pegang Ijazah Salinan Jokowi Ajukan Uji UU Pemilu ke MK

- Pengamat kebijakan publik, Bonatua Silalahi, mengajukan uji materiil terhadap UU Pemilu ke MK.
- Bonatua meminta MK mewajibkan autentikasi ijazah bagi semua pejabat publik sebagai syarat maju pilpres, pemilu, dan pilkada.
- Permohonan Bonatua juga meminta MK mewajibkan autentikasi atas seluruh fotokopi ijazah terlegalisir dari capres, cawapres, caleg, hingga calon kepala daerah.
Jakarta, IDN Times - Pengamat kebijakan publik, Bonatua Silalahi, resmi mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemegang ijazah salinan Presiden Ketujuh RI Joko Widodo itu, menantang Pasal 169 huruf r yang mengatur syarat pendidikan minimal calon presiden dan wakil presiden.
Bonatua secara khusus menguji Pasal 169 huruf R UU Pemilu terkait syarat pendidikan calon presiden/wakil presiden minimal SLTA atau sederajat. Imbas dari pengujian ini, ia juga meminta agar turunan UU Pemilu diubah, yakni Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 19/2023 Pasal 18 ayat 1 huruf m, Pasal 19 ayat 2 serta PKPU 13/2010 Pasal 9 ayat 1 huruf m dan Pasal 17 ayat 2.
"Yang diuji hanya Pasal 169 huruf r UU/07/2017 juncto UU/07/2023 berbunyi sebagai berikut 'calon presiden dan calon wakil presiden harus memenuhi persyaratan: r. berpendidikan paling rendah tamat sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat'. Tapi juncto-nya ke Pasal 19 ayat 2 PKPU Nomor 19 Tahun 2023; Pasal 17 ayat 2 PKPU Nomor 13 Tahun 2010," kata dia saat dihubungi IDN Times, Selasa (18/11/2025).
1. Minta autentikasi ijazah diwajibkan untuk pilpres, pemilu, dan pilkada

Dalam permohonannya, Bonatua meminta MK mewajibkan autentikasi ijazah bagi semua pejabat publik. Ia menilai aturan ini membuat pejabat publik sebagai syarat maju pilpres, pemilu, dan pilkada. Menurut Bonatua, kewajiban autentikasi ijazah tidak boleh dikesampingkan.
“Dalam konteks permohonan ini, kewajiban autentikasi ijazah bagi pejabat publik tidak boleh dikecualikan dibandingkan dengan kewajiban masyarakat umum,” ucapnya.
Menurutnya, syarat pendidikan tidak cukup tanpa kejelasan mekanisme pengecekan legalitas ijazah asli.
2. Soroti aturan KPU soal fotokopi ijazah legalisir untuk capres dan cawapres

Bonatua menyoroti Pasal 169 huruf r UU Pemilu tidak menjelaskan mekanisme verifikasi keaslian ijazah. KPU hanya mensyaratkan fotokopi ijazah legalisir tanpa kewajiban verifikasi faktual.
Ia mengkritik penggunaan diksi “dapat” dan “apabila diperlukan” dalam Pasal 19 ayat 2 PKPU 19/2023. Aturan itu membuat kewenangan KPU bersifat opsional.
“Akibatnya, KPU dapat memilih untuk tidak melakukan autentikasi terhadap ijazah asli, tanpa dianggap melanggar ketentuan hukum,” katanya.
Menurutnya, pola ini identik dengan PKPU 13/2010 yang juga memberi ruang opsional bagi KPU dalam melakukan klarifikasi atau autentikasi ijazah bakal calon kepala daerah.
3. Minta autentikasi atas fotokopi ijazah terlegalisir diwajibkan untuk semua calon

Dalam petitumnya, Bonatua memohon MK mewajibkan autentikasi atas seluruh fotokopi ijazah terlegalisir dari capres, cawapres, caleg, hingga calon kepala daerah.
“Tujuannya agar MK mewajibkan dilakukan klarifikasi atau autentikasi terhadap fotokopi ijazah terlegalisir dari capres, cawapres, caleg, cakada, cawakada,” ujarnya.
Bonatua sebelumnya menerima salinan fotokopi ijazah Presiden Joko Widodo dari KPU RI (24/10/2025) dan KPU DKI Jakarta (13/10/2025). Dokumen itu ia butuhkan untuk perkara di Komisi Informasi Pusat (KIP).
Jokowi sendiri telah melalui proses verifikasi ijazah saat maju sebagai Wali Kota Solo (2005–2012), Gubernur DKI (2012–2014), dan Presiden.
Langkah Bonatua mencari autentikasi dianggap sejalan dengan upaya memastikan transparansi dan keaslian dokumen pendidikan para pejabat publik.

















