Revisi UU TNI: Menhan Sjafrie Ajukan 3 Pasal yang Diubah

- Menteri Pertahanan Sjafrie memulai pembahasan revisi UU TNI dengan Komisi I DPR.
- Tiga pasal yang diajukan untuk diamandemen termasuk masalah kedudukan TNI, perpanjangan masa dinas prajurit aktif, dan penugasan TNI di kementerian atau lembaga.
- Pembahasan revisi UU TNI akan dilakukan dalam format rapat panitia kerja dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto.
Jakarta, IDN Times - Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memulai pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 mengenai TNI, pada Selasa (11/3/2025) dengan Komisi I DPR. Pembahasan itu dimulai lantaran Presiden Prabowo Subianto sudah mengirimkan surpres ke parlemen pada 13 Februari 2025 lalu. Di dalam rapat itu, Sjafrie mengajukan tiga pasal yang perlu diubah di dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tersebut.
"Ada tiga pasal yang diamandemen dalam Rancangan UU TNI yang menyangkut masalah kedudukan TNI. Ini sebetulnya bukan masalah baru tapi sudah tercantum di dalam UU TNI Pasal 3 tentang kedudukan TNI," ujar Sjafrie di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat usai mengikuti rapat.
Pasal kedua yang diajukan untuk diamandemen yakni rencana perpanjangan masa dinas prajurit aktif TNI. "Perpanjangan masa dinas ini diusulkan mulai dari pangkat tamtama sampai perwira tinggi," katanya.
Pasal ketiga yang diajukan untuk diubah yaitu penugasan TNI di kementerian atau lembaga. Ia mengatakan, di dalam revisi UU TNI sudah tercantum 15 institusi yang bisa diduduki oleh prajurit aktif TNI.
"Kemudian presiden selaku Panglima TNI tertinggi telah memberikan petunjuk kepada Menteri Pertahanan bagi prajurit TNI yang akan ditugaskan di kementerian dan lembaga, itu harus pensiun lebih dulu. Tapi, itu di luar dari 15 instansi tadi. Kalau mau ditempatkan (di luar 15 instansi) maka dia harus pensiun," tutur dia.
1. Revisi UU TNI akan dibahas di dalam rapat panja

Lebih lanjut, pembahasan revisi UU TNI akan dilakukan dalam format rapat panitia kerja. Panja tersebut akan dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto.
"Masing-masing menteri juga menugaskan, mulai dari Menteri Hukum menugaskan eselon I, begitu juga Menteri Keuangan dan Menteri Sekretaris Negara. Sedangkan Menteri Pertahanan menugaskan Sekjen Kemhan untuk memimpin kelompok kerja yang akan membahas tiga pasal tersebut," kata Sjafrie.
Ia berharap, pembahasan revisi UU TNI dapat rampung pada bulan Ramadan dan sebelum anggota DPR memasuki masa reses. Sjafrie enggan memberikan penjelasan lebih detail karena belum ada substansi yang dibahas.
Ia pun menepis bahwa revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 akan menimbulkan beragam interpretasi seperti membangkitkan kembali dwifungsi TNI ala Orde Baru.
"Pembahasannya baik-baik aja. Semua pembahasannya dilakukan secara terukur," tutur dia.
Sjafrie menegaskan, Kemhan siap mengikuti rapat panja yang jadwalnya bakal ditentukan oleh Ketua Komisi I DPR.
2. Pasal larangan prajurit TNI berbisnis tetap berlaku

Di forum itu, Sjafrie menjelaskan, dalam daftar isian masalah (DIM) revisi UU TNI, tidak membahas soal usulan pencabutan pasal larangan prajurit untuk berbisnis. Larangan itu tertuang di dalam Pasal 39 ayat (3).
"Itu (pencabutan larangan berbisnis) tidak termasuk di dalam pasal yang dibahas. Pasal itu tetap (ada di dalam UU). Selain yang kami sebutkan di dalam pasal itu, semua berjalan secara terukur," ujar Sjafrie di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).
Ia juga menekankan bahwa yang dilarang berbisnis adalah individunya. Tetapi, purnawirawan jenderal itu tidak menjelaskan lebih lanjut maksud kalimat tersebut.
"Nanti, bisa dilihat di dalam klausul undang-undangnya," kata dia.
3. Setara Institute ingatkan untung rugi menambah usia pensiun bagi prajurit TNI

Sementara, Direktur riset Setara Institute, Ismail Hasani, mengingatkan Komisi I DPR untuk mempertimbangkan secara menyeluruh bila ingin mengubah masa pensiun prajurit TNI. Berdasarkan draf UU TNI yang akan direvisi, usia pensiun prajurit TNI ditambah dari semula 58 tahun menjadi 62 tahun untuk anggota TNI level perwira tinggi.
Kemudian, usia pensiun bertambah dari 53 tahun menjadi 58 tahun untuk anggota TNI level bintara dan tamtama. Ismail meminta agar dipertimbangkan cost and benefit bila ingin menambah masa pensiun prajurit TNI.
"Saya ingatkan penting untuk dikaji cost and benefit analysis. Penting juga untuk dikaji batasan usia (pensiun) ini seandainya diadopsi. Apakah usia (pensiun) 62 tahun, ya kalau politisi di usia 62 tahun justru lagi matang-matangnya," ujar Ismail ketika menggelar rapat kerja dengan komisi I DPR dan dikutip dari YouTube pada 5 Maret 2025 lalu.
Sementara, bagi prajurit TNI dan personel Polri di usia 62 tahun sudah tak lagi memiliki fisik yang prima. Sehingga, kebutuhannya berbeda.
"Untuk guru besar di kampus, memang usia pensiunnya bisa sampai 70 tahun. Tapi, kan mereka lebih sering duduk dan ngomong. Mereka tidak butuh energi atau aktivitas fisik yang banyak," tutur dia.
Selain itu, Ismail juga menyinggung dengan penambahan usia pensiun diharapkan tidak mengganggu anggaran negara. Sebab, penambahan usia pensiun berpengaruh secara langsung kepada gaji dan fasilitas yang diterima.
"Sehingga, ke depan tidak mengganggu politik anggaran," katanya.