Saldi Isra Ungkap Keanehan Putusan MK Kepala Daerah Bisa Maju Pilpres

Jakarta, IDN Times - Hakim Konstitusi Saldi Isra menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) terkait dikabulkannya gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Adapun dalam putusannya, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, selama pernah atau sedang menjadi kepala daerah.
"Bahwa berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini," kata Saldi ruang sidang, Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (6/10/2023).
Saldi mengaku, baru kali ini mengalami peristiwa yang dinilai aneh ini. Mahkamah Konstitusi, kata dia, berubah sikap hanya dalam waktu singkat.
Padahal, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU XXI/2023, Mahkamah secara lugas dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk undang-undang untuk mengubahnya.
"Sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar," ucap dia.
"Padahal, sadar atau tidak, ketiga putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak pemah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari," sambung Saldi.
Menurut dia, perubahan tersebut tidak hanya sekadar mengenyampingkan putusan sebelumnya. Namun didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat setelah mendapatkan fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat.
Saldi lantas mempertanyakan keputusan MK yang tiba-tiba mengabulkan gugatan 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
"Pertanyaannya, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga Mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam Putusan a quo?" imbuh dia.
Sebagaimana diketahui, ada empat hakim MK yang memiliki pendapat berbeda atau disenting opinion terkait putusan tersebut. Dua hakim yang setuju dengan putusan tersebut memiliki alasan berbeda yakni Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh.
Kemudian empat hakim memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.