Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sempat Viral, Ini 5 Fakta Eksploitasi ABK Indonesia di Kapal Tiongkok

Jenazah ABK Indonesia di atas kapal Tiongkok hendak dilarung (Youtube/MBC News Korsel)
Jenazah ABK Indonesia di atas kapal Tiongkok hendak dilarung (Youtube/MBC News Korsel)

Jakarta, IDN Times - Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia kembali menjadi sorotan publik. Dalam video yang ditayangkan oleh media Korea Selatan MBC baru-baru ini, diperlihatkan cuplikan gambar jenazah pelaut Indonesia yang dilarung ke laut.

Mereka adalah ABK asal Indonesia yang bekerja di atas kapal ikan berbendera Tiongkok, Long Xin 629.

Selain pelarungan jenazah yang dinilai tidak manusiawi, terungkap sejumlah fakta lainnya yang mengejutkan oleh ABK asal Indonesia tersebut.

1. ABK yang meninggal di atas kapal sempat mengeluh sakit

Ari, salah satu ABK WNI yang bekerja di kapal ikan Tiongkok Long Xing 629. (Istimewa)
Ari, salah satu ABK WNI yang bekerja di kapal ikan Tiongkok Long Xing 629. (Istimewa)

Tiga ABK yang meninggal dunia dan jenazahnya dilarung ke laut sempat mengeluh sakit selama di atas kapal. Sepri (24) dan M Muh Alfatah (19) Keduanya tidak mendapat izin pengobatan di daratan. Mereka menahan sakit selama lebih dari sebulan.

Sementara Ari (24) sakit keras selama 17 hari di atas kapal. Ia meninggal pada 30 Maret dan jenazahnya juga dilarungkan ke laut.

2. Dipekerjakan selama 18 jam dalam sehari di atas kapal

ABK Kapal Tiongkok ditelepon Menlu Retno Marsudi (Tangkap Layar Video Dubes RI di Korsel, Umar Hadi)
ABK Kapal Tiongkok ditelepon Menlu Retno Marsudi (Tangkap Layar Video Dubes RI di Korsel, Umar Hadi)

Para ABK tersebut diduga mendapatkan perlakuan tidak manusiawi selama bekerja di kapal ikan tersebut. Mereka diharuskan bekerja selama 18 jam dalam sehari.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akhirnya angkat bicara dan mengutuk keras perbuatan tersebut.

“Berdasarkan keterangan para ABK, perlakuan ini telah mencederai hak asasi manusia,” kata Retno.

3. Pembayaran gaji yang tidak sesuai dengan kontrak kerja

ABK Kapal Tiongkok ditelepon Menlu Retno Marsudi (Tangkap Layar Video Dubes RI di Korsel, Umar Hadi)
ABK Kapal Tiongkok ditelepon Menlu Retno Marsudi (Tangkap Layar Video Dubes RI di Korsel, Umar Hadi)

Tidak hanya eksploitasi jam kerja, para ABK tersebut juga dibayar tidak sesuai dengan jumlah yang tercantum pada saat tanda tangan kontrak kerja.

Mereka hanya menerima upah sebesar US$120 atau sekitar Rp1,7 juta untuk 13 bulan bekerja. Padahal, dalam kontrak kerja mereka menerima US$300 per bulan.

4. Para ABK mendapatkan paspor dari Imigrasi Pemalang dan Tanjung Priuk

Ilustrasi Paspor. IDN Times/Hana Adi Perdana
Ilustrasi Paspor. IDN Times/Hana Adi Perdana

Sebelum berangkat berlayar, para ABK tersebut terlebih dahulu membuat paspor di sejumlah wilayah. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Ferdy Sambo mengatakan, pihaknya terus mendalami kasus dugaan perbudakan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 milik Tiongkok.

Hari ini, Imigrasi dari Tanjung Priok dan Pemalang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan secara virtual.

"Melakukan gelar perkara guna menaikkan status perkara. Dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan dengan membuat LP (laporan polisi) model A," kata Sambo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (12/5).

5. Terjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO)

ABK Kapal Tiongkok saat ditelepon Menlu Retno Marsudi (Tangkapan layar video Dubes RI di Korsel, Umar Hadi)
ABK Kapal Tiongkok saat ditelepon Menlu Retno Marsudi (Tangkapan layar video Dubes RI di Korsel, Umar Hadi)

Pengamat Maritim Siswanto Rusdi mengatakan, para ABK tersebut adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Mereka yang bekerja di kapal tersebut berasal dari daerah miskin dan tidak memiliki latar belakang pendidikan atau pelatihan khusus sebagai pelaut.

“Kemiskinan adalah akar persoalan perbudakan di laut. Pemuda-pemuda itu berutang hanya untuk sekadar makan. Utang bisa dilakukan oleh mereka sendiri maupun orang tuanya,” kata Siswanto saat dihubungi IDN Times, Senin (12/5).

Setelah utang itu semakin bertumpuk, tanpa mereka sadari akhirnya bertemu dengan jejaring sindikat perdagangan orang yang lantas mempekerjakan mereka sebagai ABK di kapal ikan asing.

“Dimulailah nasib malang itu. Situasi ini akan berulang terus sampai waktu yang tak terhingga,” ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us