Shanghai Lockdown, Ketua Satgas IDI Minta Pemerintah Jangan Jemawa

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 25 juta lebih lebih penduduk Shanghai “terkurung” di tempat tinggal karena kebijakan lockdown akibat pandemik COVID-19. Situasi pun mulai pelik, orang-orang bernyanyi dan berteriak dari balkon-balkon tinggi.
Lockdown di Shanghai sudah dimulai sejak akhir Maret 2022, di mana dilakukan dalam dua tahap selama sembilan hari.
Lalu mengapa kasus di Shanghai bisa melonjak? Bagaimana dengan Indonesia?
1. Pemerintah Shanghai dinilai teledor
.jpg)
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban, menilai Shanghai sebenarnya punya sistem dan perawatan kesehatan canggih sehingga berhasil menekan kasus COVID-19 sejak awal pandemik.
"Tapi hal ini malah bikin mereka terlalu pede dan nyaman, sehingga teledor dan menyebabkan kasus hariannya meroket," ungkap Zubairi dalam akun Twitter yang sudah dikonfirmasi IDN Times.
2. Pemerintah bisa ambil pelajaran yang dari kasus Shanghai

Zubairi mengatakan Indonesia sebaiknya bisa mengambil pelajaran dari kondisi Shanghai saat ini salah satu transparan dalam komunikasi.
"Jangan jemawa dan transparan dalam berkomunikasi dengan rakyat terkait kebijakan penanganan COVID-19," ujarnya.
3. Lockdown di Shanghai sudah dimulai sejak akhir Maret 2022
.jpg)
Diketahui Shanghai memperingatkan siapapun yang melanggar restriksi terkait pandemik COVID-19 akan ditindak secara tegas dan disanksi. Peraturan ini menyusul kasus COVID-19 di Shanghai, China, yang meningkat tajam, yaitu lebih dari 25 ribu kasus.
Lockdown di Shanghai sudah dimulai sejak akhir Maret 2022, di mana dilakukan dalam dua tahap selama sembilan hari.
Langkah ini merupakan lockdown terbesar setelah Wuhan dikunci sejak pertama kali COVID-19 terdeteksi pada akhir 2019.
4. Shanghai melarang warga keluar rumah

Kepolisian Shanghai meminta agar warga setempat bisa diajak bekerja sama untuk memerangi kasus COVID yang meningkat belakangan ini.
“Mereka yang melanggar aturan ini, akan ditindak sesuai hukum. Jika perbuatan tersebut merupakan kejahatan, akan diselidiki secara hukum,” demikian pernyataan Kepolisian Shanghai, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (13/4/2022).
Aturan ini menyebabkan sejumlah warga kesulitan mendapatkan bahan pangan. Salah satu cara untuk mendapatkan makanan adalah lewat layanan pengiriman. Namun, layanan pengiriman pun kewalahan karena membeludaknya pesanan.