Survei: Publik Kecewa Pelonggaran PSBB Tidak Meningkatkan Ekonomi

Jakarta, IDN Times - Hasil survei Indikator Politik Indonesia mencatat perubahan sikap masyarakat mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pada Mei, 50,6 persen publik menyarankan supaya PSBB diteruskan hingga virus corona diatasi. Angka itu menurun jadi 34,7 persen pada Juli. Kemudian, mengalami peningkatan hingga 39 persen pada September 2020.
“Di Mei sedang PSBB ketat, sehingga wajar masyarakat minta (fokus) kesehatan. Di Juli, masyarakat lelah setelah berdiam diri di rumah. Saat yang sama kondisi ekonomi memburuk. Di September, ketika melonggarkan PSBB, masyarakat berharap ekonomi membaik, ternyata tidak juga mereka dapatkan,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, saat merilis survei, Minggu (18/10/2020).
Burhan mengatakan, masyarakat menyadari ekonomi tidak akan bisa dibenahi sepanjang virus corona masih menjadi momok. Oleh sebab itu, mayoritas publik berharap pemerintah lebih fokus memerangi virus corona daripada bertindak setengah-setengah.
1. Pendapatan rumah tangga juga menurun

Hasil survei juga ditemukan, pendapatan rumah tangga menurun. Penafsiran itu didapati dari angka pendapatan rumah tangga yang turun akibat pandemik. Mayoritas publik sekitar 66,6 persen mengaku pendapatan rumah tangganya menurun.
Kemudian, apabila dibandingkan dengan tahun lalu, maka 53,5 persen responden mengaku kondisi ekonominya lebih buruk, dan bahkan 16,2 persen mengaku jauh lebih buruk sekarang ini/.
Burhan yang sempat berdiskusi dengan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mendapat penjelasan, alasan kondisi ekonomi tak kunjung membaik meski PSBB telah dilonggarkan. Intinya adalah kelas menengah ke atasa tidak melakukan pengeluaran ketika pelonggaran PSBB.
“Karena kelas menengah atas tidak melakukan spending ketika pelonggaran ekonomi. Karena mereka was-was, kecenderungan traveling dan belanja stop, mereka peduli kesehatan. Sementara kelas menengah bawah gak punya tabungan ketika pelonggaran ekonomi,” kata dia.
2. Mayoritas responden minta pemerintah fokus pada kesehatan

Terkait pertanyaan kesehatan versus ekonomi, ternyata 60,4 persen berharap pemerintah fokus pada kesehatan. Angka itu meningkat sejak Juli yaitu 45 persen. Namun, pada Mei angkanya cenderung tinggi, yaitu 60,7 persen.
Hal yang menarik adalah, meski mayoritas mendukung fokus pada kesehatan, sekitar 54,3 persen respons mengaku hanya sedikit khawatir atau bahkan tidak khawatir dengan COVID-19. Hanya 45,5 persen yang mengaku khawatir terhadap corona.
Sebagai informasi, survei ini dilakukan dengan sambungan telepon pada 24-30 September 2020. Jajak pendapat ini melibatkan 1.200 responden yang tersebar di seluruh Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95 persen, serta margin of error kurang lebih 2,9 persen.
3. Pemerintah fokus pada kesehatan dan ekonomi

Pada kesempatan yang sama, hadir pula Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mewakili pemerintah. Dia mengatakan fokus pemerintah adalah kesehatan dan ekonomi. Pemerintah tidak bisa mengabaikan satu aspek untuk mengabaikan aspek lain.
Politikus Partai NasDem itu bahkan mengutip pernyataan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang tidak merekomendasikan karantina wilayah atau lockdown sebagai solusi untuk menangani pandemik. Sebab, hal itu menyebabkan angka kemiskinan bertambah.
“Dua aspek (ekonomi dan kesehatan), saling melengkapi dan bergantung. Ekonomi gak akan bisa pulih kalau COVID-19 gak diatasi dengan baik. Saya meyakini Pak Jokowi betul-betul berpihak pada masyarakat. Dalam setiap ratas (rapat terbatas), tekanannya selalu memperhatikan ekonomi nasional dan kesehatan,” kata Johnny, menanggapi hasil survei.