Tak Bersedia Divisum, Polda DIY: Kuasa Hukum AN Persulit Penyelidikan

Yogyakarta, IDN Times - Kasus dugaan pemerkosaan terhadap AN, mahasiswi Fisipol UGM yang diduga dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Teknik UGM saat berlangsungnya program Kuliah Kerja Nyata di Pulau Seram, Maluku telah berakhir dengan penyelesaian tidak melalui jalur hukum atau non litigasi pada Senin (4/2).
Kendati yang dipilih adalah jalur non litigasi, tetapi bukan berarti penyidik dari Polda DIY akan menghentikan perkara tersebut sebelum ada kepastian dugaan tindak pemerkosaan benar-benar terjadi atau tidak. Salah satu caranya, Polda DIY meminta agar AN menjalani proses visum. Namun, menurut polisi pihak AN menolak untuk menjalani visum.
Lho mengapa?
1. Kuasa hukum korban enggan memberi visum

Penyidik Polda DIY mengaku membutuhkan visum dari korban untuk membuktikan telah terjadi tindak pemerkosaan atau pencabulan terhadap AN. Tetapi, menurut Direskrimum Polda DIY, Kombes (Pol) Hadi Utomo, kuasa hukum korban menolak untuk memberikan data tersebut.
"Salah itu (tidak mau melakukan visum). Padahal, kami sudah minta agar korban menjalani visum," ujar Hadi kepada media di kantornya pada Kamis (7/2).
Ia mengaku heran terhadap kuasa hukum AN. Sebab, sikapnya dianggap mempersulit tindak penyelidikan yang tengah dilakukan oleh Polda DIY.
"Lho itu kan korban. Lha korban dimintai visum malah ndak dikasih. Lha kasian korbannya," kata dia lagi kemarin.
2. Polda DI Yogyakarta mengaku tidak tahu alasan kuasa hukum AN menolak melakukan visum

Saat ditanyakan alasan kuasa hukum menolak memberikan visum, Hadi mengaku tidak mengetahuinya. Ia mempersilakan media untuk langsung menghubungi kuasa hukum AN.
"Gak tahu saya (alasannya). Sampean (Anda) tanya sama mereka (kuasa hukum korban)," kata Hadi.
Ia menegaskan sudah meminta untuk dilakukan visum, titik. Mereka (korban dan kuasa hukum) gak mau. Pertanyaannya, benar gak dia itu (tim kuasa hukum dan pendamping) menyuarakan suara korban," tutur dia lagi.
3. Penyidik mengaku tidak pernah bertemu kuasa hukum korban

Perwira menengah Polri itu juga menyatakan selama ini belum pernah bertemu dengan kuasa hukum AN. Komunikasi yang terjalin selama ini hanya terbatas pada surat.
Namun, ia mempertanyakan isi surat tersebut. Sebab, di dalam surat tertulis nama korban adalah AN. Padahal, dalam kasus yang ia usut, korban yang merupakan mahasiswi UGM diketahui berinisial AL.
Inisial AN kali pertama digunakan oleh Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung Yogyakarta dalam memberitakan kasus itu.
4. Kuasa hukum AN menolak dilakukan visum karena bekas luka sudah hilang

Sementara, melalui keterangan tertulis, organisasi yang mendampingi AN, Rifka Annisa menjelaskan alasan mereka mengarahkan agar mahasiswi itu tidak menjalani visum. Menurut mereka, bekas luka sudah hilang.
"Apalagi waktu kejadian (peristiwa pelecehan seksual) sudah terjadi di waktu yang lama sebelumnya. Selain itu, tidak ada hasil pemeriksaan psikologi Agni dan tidak ada tanggapan untuk melakukan visum psychiatricum," kata organisasi Rifka.
5. AN sudah memprediksi kasusnya akan dihentikan

Hal lain yang juga membuat AN dan kuasa hukumnya memilih ke jalur non litigasi karena perkembangan kasusnya dari hari ke hari semakin tidak jelas. Apalagi ada kemungkinan, pengusutan kasus tersebut akan dihentikan alias SP3. Kemungkinan SP3 itu terlihat dari pernyataan Kapolda DIY Irjen (Pol) Ahmad Dofiri ke media yang menyebut di antara HS dan korban sudah ada perdamaian.
Ia juga menyebut tidak ada tindak pemerkosaan maupun pelecehan seksual.
"Apalagi bertambah besar tendensi kriminalisasi baik untuk AN atau pihak lain (Balairung) menjadikan proses ini semakin jauh dari rasa keadilan bagi AN. Kami turut mempertimbangkan akibat dari proses ini terhadap AN dan Balairung," demikian pernyataan organisasi Rifka Annisa.
Situasi pengusutan kasusnya yang tidak berkembang, tutur dia, menyebabkan tekanan psikis ke AN malah semakin tinggi.
"Kami menyadari bahwa pilihan penyelesaian memiliki risikonya masing-masing," kata mereka.