TNI AD Sudah Minta Keterangan Soal Ledakan Garut ke 25 Orang

- TNI AD terus melakukan investigasi atas ledakan amunisi di Garut yang menewaskan 13 orang, termasuk 9 warga sipil.
- Proses pemakaman korban telah selesai, dan TNI AD memberikan santunan tali asih kepada keluarga korban.
- Pimpinan TNI AD siap membuka penerimaan bagi anak korban yang ingin mendaftar jadi prajurit TNI AD.
Jakarta, IDN Times - TNI Angkatan Darat (AD) terus melakukan investigasi terhadap insiden pemusnahan amunisi yang berujung maut di Kabupaten Garut. Empat hari usai kejadian, TNI AD mengaku sudah meminta keterangan dari 25 saksi.
"Sebanyak 21 orang saksi berasal dari unsur masyarakat dan empat lainnya dari prajurit TNI AD. Saat ini tim masih terus mencocokan keterangan para saksi, dihadapkan dengan fakta-fakta yang didapat di lapangan, termasuk berkaitan dengan barang bukti yang dikumpulkan oleh tim yang nantinya dilaksanakan analisa," ujar Wahyu di dalam keterangan video yang dikutip pada Jumat (16/5/2025).
Selain itu, ada beberapa unsur yang perlu diuji sehingga proses investigasi membutuhkan waktu. Ada dua tanda tanya besar yang perlu dijawab oleh TNI AD lewat investigasi itu. Pertama, penyebab ledakan amunisi berujung maut dan kedua, mengapa ada warga sipil di titik pemusnahan di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Jawa Barat.
1. Semua korban meninggal telah dimakamkan

Lebih lanjut, Wahyu mengatakan 13 korban meninggal dunia telah dimakamkan, termasuk sembilan warga sipil. Komandan Korem 062/Tarumanegara telah menyerahkan sembilan jenazah warga sipil kepada keluarga pada Rabu kemarin. Di hari yang sama jenazah itu langsung dimakamkan.
"Proses pemakaman sudah selesai pada pukul 20.00 di hari Rabu," kata jenderal bintang satu itu.
Jajaran TNI AD mulai dari Kodam III/Siliwangi, Korem 062/Tarumanegara, dan Kodam 0611 Garut melakukan doa bersama sejak Rabu kemarin hingga beberapa waktu ke depan. Pihak TNI AD, kata Wahyu, juga sudah memberikan santunan tali asih kepada keluarga korban.
2. TNI AD membuka pintu bagi anak keluarga korban yang ingin jadi tentara

Wahyu juga menyebut pimpinan TNI AD telah menyampaikan kepada Pangdam III/Siliwangi bahwa pihaknya siap membuka penerimaan bagi anak korban yang ingin mendaftar jadi prajurit TNI AD.
"Apabila ingin bergabung dengan TNI Angkatan Darat (AD), maka kami membuka peluang kepada seluruh putra dan putri korban. Nanti, jajaran Kodim 0611/Garut akan memberikan pendampingan sehingga prosesnya dapat berjalan dengan baik," kata Wahyu.
Ia pun belum bisa merespons mengapa ada warga sipil di titik pemusnahan amunisi. Wahyu meminta publik agar bersabar hingga hasil investigasi rampung.
3. Keluarga protes korban disebut memulung sisa amunisi TNI

Penjelasan dari pihak Mabes TNI yang menuding warga sipil ada di lokasi pemusnahan karena hendak memulung sisa amunisi, membuat marah keluarga korban. Kemarahan itu terungkap dalam kunjungan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke RSUD Pameungpeuk, Kabupaten Garut pada Selasa kemarin.
Seorang perempuan remaja marah ketika ayahnya disebut tewas di lokasi karena hendak memulung amunisi TNI. Ayah korban diminta oleh TNI untuk membantu pemusnahan amunisi.
"Saya meminta pertanggungjawabannya. Karena bapak saya di situ bukan seperti yang orang-orang pikirin. Bapak saya bukan mulung! Bapak saya di situ kerja sama tentara!" kata perempuan remaja yang mengenakan jilbab hitam sambil berurai air mata, di depan RSUD Pameungpeuk.
Anak korban mengetahui hal itu lantaran sudah sejak sekolah, menyaksikan ayahnya membantu TNI. "Sudah lama bapak saya (kerja sama TNI). Sudah ke mana-mana, sudah ke Manado, Makassar, Bali, Jakarta, Mabes Polri," kata anak korban.
Dia juga membantah ayahnya masuk ke lokasi pemushanan amunisi di Desa Sagara secara ilegal. Karena keberadaan ayahnya di lokasi pemusnahan atas izin dari TNI."Katanya banyak yang bilang kalau bapak saya ke situ nyelonong, ngelawan TNI, itu gak benar!" kata anak korban.
Ada pula Agus Setiawan yang mengaku dibayar Rp150 ribu per hari untuk membantu TNI melakukan pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Garut. Agus menyampaikan hal itu ketika rumahnya dikunjungi oleh Gubernur Dedi Mulyadi.
"Kami jadi buruh, Pak. Buruh buka selongsong, per hari dibayar Rp 150 ribu," kata Agus.
Dia mengatakan tugasnya membantu untuk melepas selongsong amunisi milik TNI. Durasi mereka bekerja menyesuaikan amunisi yang akan dimusnahkan TNI. Pekerjaan itu pun bisa berlangsung selama belasan hari.
Selain mendapat upah harian, Agus mengaku juga biasa menjual rongsokan dari sisa-sisa pemusnahan amunisi.