Usai Adukan Hakim PN Jakpus, KAMMI Laporkan Komisioner KPU ke DKPP

Jakarta, IDN Times - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melaporkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan jajarannya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Hal itu dilakukan KAMMI setelah melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) ke Komisi Yudisial (KY), terkait putusan dengan nomor register 757/pdt.G/2022/PN. Diundurnya tahapan Pemilu 2024 termasuk dalam salah satu amar putusan Partai Prima, atas gugatan perdata mereka terhadap KPU RI.
Dalam putusannya pada Desember 2022 itu, PN Jakpus meminta kepada KPU untuk mengulang tahapan Pemilu 2024.
"Selain laporan PP KAMMI terhadap Majelis Hakim PN Jakpus, KAMMI juga melaporkan para pimpinan KPU RI ke DKPP terkait dugaan pelanggaran kode etik," kata Kepala Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) KAMMI, Rizki Agus Saputra, di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2023).
1. Diduga langgar Pasal 15 huruf a Peraturan DKPP

Rizki menjelaskan dugaan pelanggaran kode etik jajaran pimpinan KPU itu terkait dengan Pasal 15 huruf a, Peraturan DKPP, tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
"Adapun pasal itu berbunyi 'Dalam melaksanakan prinsip profesionalitas, penyelenggara bersikap dan bertindak memelihara dan menjaga kehormatan lembaga'," ujar dia.
2. Jajaran pimpinan harusnya bisa jaga marwah KPU

Rizki menegaskan, dugaan pelanggaran kode etik tersebut menjadi perhatian PP KAMMI, mengingat pemilu merupakan salah satu prasyarat negara demokrasi. Menurut dia, pelaksanaan pemilu memberikan harapan rakyat dengan lahirnya seorang pemimpin yang mampu menyejahterakan, dan membahagiakan rakyat dengan beberapa kebijakan yang dibuat.
"Oleh sebab itu lembaga penyelenggara pemilu harus dijaga marwah dan kehormatannya, tidak boleh jatuh dan dijatuhkan legitimasinya, KPU sebagai pelayan demokrasi sangat berpotensi disalahgunakan, diintervensi dan dikooptasi," ucap dia.
3. KAMMI minta jajaran pimpinan KPU harus berkualitas

Oleh sebab itu, kata Rizki, KPU harus memiliki pimpinan yang berani, berkualitas, dan berintegritas. KAMMI menilai pimpinan KPU sekarang ini melemah, hal tersebut dibuktikan dengan kekalahan terhadap gugatan salah satu partai yang tidak lolos verifikasi yang membuat tanda tanya publik, apakah benar tahapan pemilu ditunda atau dilanjutkan.
"Hal ini terlepas dari kewenangan yang dimiliki Majelis Hakim PN Jakarta Pusat, karena telah melahirkan produk hukum dalam bentuk putusan meskipun belum final (inkracht)," tutur dia.
Hal tersebut, kata Rizki, mengindikasikan kurangnya respons dan kesiapan untuk melawan serangan yang ditujukan pada KPU dalam bentuk apapun. Harusnya, kata dia, ketika gugatan terhadap KPU ini dinaikan, atau setidak-tidaknya sampai putusan sela.
KPU justru menyuarakan kepada media bahwa ada salah satu partai yang tidak menerima hasil verifikasi, melakukan upaya hukum dan berpotensi mengacaukan tahapan pemilu bukan ribut setelah ada putusan.
"Atas dasar pertimbangan diatas, KAMMI meminta DKPP untuk mengevaluasi Ketua KPU RI beserta anggotanya, apabila terbukti melanggar kode etik maka harus diberhentikan," imbuh Rizki.