Wiranto Blak-blakan soal Alasannya Hengkang dari Hanura

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Wiranto, mengisahkan alasannya hengkang dari Partai Hanura yang ia dirikan pada 2006. Selama ini, publik mengira Wiranto meninggalkan Hanura lantaran ia dipilih menjadi Ketua Wantimpres oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo.
Rupanya, konflik antara ia dengan Oesman Sapta Odang atau OSO masih terus berlanjut hingga Wiranto memilih hengkang dari Hanura. Dia mengibaratkan Partai Hanura seperti sebuah kapal perang, dan navigasi kapal sudah tidak sesuai dengan pemikirannya.
"Karena satu dan lain hal di mana navigasinya tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan, terpaksa saya melepaskan kapal perang itu," kata Wiranto di Jakarta, Selasa (2/5/2023).
"Saya memilih untuk melepaskan (kapal perang) dan saya doakan, agar kapal yang saya lepaskan itu selamat sampai ke tujuannya," tutur mantan Panglima TNI itu.
Maka itu, Wiranto kini sudah tidak lagi memiliki ikatan apapun dengan Hanura. Meski begitu, ia menyadari fakta bahwa ia pendiri Hanura pada 2006 tak bisa dihapus.
"Karena itu kan tercatat di sejarah bahwa saya yang membangun dan membesarkan kapal itu," ujarnya.
Sejumlah loyalis Wiranto pun menanti arah langkah politiknya. Sebab, sejumlah orang kepercayaan Wiranto memiliki kualitas dan semangat juang. Itu sebabnya pada Senin kemarin, Wiranto mengajak puluhan eks kader Hanura bergabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Gerindra.
Lalu, ke mana arah dan sikap politik Wiranto jelang Pemilu 2024?
1. Wiranto ingin fokus di Wantimpres belum tertarik ikut nyaleg

Wiranto pun menjawab arah dan sikap politiknya jelang Pemilu 2024. Ia mengaku hingga kini masih fokus ke pekerjaannya di Wantimpres. Sebab, bila ia ingin bergabung ke parpol tertentu, mantan Menko Polhukam itu wajib mengundurkan diri dari posisi Wantimpres.
Wiranto mengetahui ada sejumlah rumor yang menyebut ia hendak bergabung dengan parpol tertentu. Salah satunya Partai Amanat Nasional (PAN).
"Tadi saya sudah sampaikan bahwa sejauh ini saya akan terus berkonsentrasi kepada tugas-tugas saya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden. Banyak isu di luar sana ya bahwa saya ke sana, kemari. Tetapi saya ingin membantu Pak Jokowi hingga akhir masa jabatan Beliau. Apalagi situasi saat ini tidak mudah," ungkap Wiranto di kantor DPP PPP, kemarin.
Wiranto menyebut situasi saat ini tidak mudah, karena isu politik semakin memanas di Tanah Air. Sementara, pemerintahan harus terus berjalan dengan berbagai persoalan yang ada.
2. Wiranto juga dibujuk Prabowo untuk bergabung dengan Partai Gerindra

Selain didekati PAN, Wiranto juga dibujuk oleh mantan bawahannya di ABRI (sekarang TNI), yakni Prabowo Subianto agar bergabung ke Partai Gerindra. Hal itu disampaikan Prabowo ketika menerima kunjungan Wiranto di Padepokan Garuda Yaksa Hambalang, Kabupaten Bogor, kemarin.
"Syukur-syukur bapak juga (bergabung) karena bapak sudah mengenakan baju putih. Bapak didaulat, saya pikir itu penting," gurau Prabowo.
Sementara, tujuan Wiranto menemui Prabowo karena ingin mengajak sejumlah eks kader Hanura agar menjadi kader Gerindra. Ia mengaku ingin eks kader-kader terbaik Hanura tidak menghentikan aktivitas politiknya meski ia tak lagi memimpin Hanura.
"Terima kasih, Pak Prabowo sangat tulus menerima perjuangan mereka, karena mereka potensial untuk ikut berjuang bersama Gerindra," kata Wiranto di hadapan Prabowo.
Menurut Wiranto, loyalis di Hanura yang selama ini berhaluan reliji diajak bergabung PPP, sedangkan yang berhaluan nasionalis diajak bergabung Gerindra.
3. Wiranto pernah ungkap penyesalan menunjuk OSO jadi Ketua Umum Hanura

Sementara bila melihat ke belakang, Hanura kini dipimpin pengusaha Oesman Sapta Odang alias OSO. Namun, Wiranto justru pernah mengungkap penyesalan menunjuk dia memimpin Hanura.
Bahkan, pada 2019, Wiranto mengakui secara blak-blakan ia telah merekayasa Munaslub Hanura 2016. Tujuannya, agar OSO yang terpilih menjadi Ketua Umum Partai Hanura.
Mulanya, Wiranto bercerita ingin meletakkan tahta ketua umum Hanura. Sebab, ia ditunjuk Jokowi menjadi Menko Polhukam. Wiranto tak ingin rangkap jabatan.
"Maka kemudian kami mengadakan suatu acara namanya munaslub di Bambu Apus (Jakarta)," kata Wiranto pada 2019.
Wiranto kemudian mengundang OSO hadir sekaligus menjadi salah satu calon ketua umum Hanura. Wiranto mengaku membuat skenario sedemikian rupa agar OSO terpilih secara aklamasi dalam munaslub.
"Saya merekayasa, katakanlah, mudah kan merekayasa, saya buat aklamasi, maka ketua umum terpilih saudara OSO," tutur dia.
Wiranto menyatakan langkah yang diambilnya bukan tanpa alasan. Sebelum itu, ia mengaku sudah bicara dari hati ke hati dengan OSO. Ada perjanjian berbentuk pakta integritas yang diteken OSO.
"Dan saksinya ada, Pak Jenderal Subagyo (Ketua Dewan Penasihat Hanura), Pak Jenderal Chairuddin (Ketua Dewan Kehormatan Hanura), semua mendengarkan," katanya.
Dalam perjanjian itu disepakati, OSO menjadi pemegang tongkat estafet ketua umum Hanura. Namun, seluruh kekuasaan dan kewenangan ketua umum diberikan kepada ketua Dewan Pembina.
"Saya diangkat menjadi ketua Dewan Pembina. Jadi, semua kekuasaan kewenangan yang ada di ketua umum bersifat strategis diangkat ke Dewan Pembina. Ya setuju," ujar Wiranto.
Dalam butir perjanjian, kata Wiranto, OSO hanya menjabat hingga 2019, dan OSO harus berjanji tunduk pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Selain itu, dia wajib menjaga soliditas partai dan meningkatkan suara Hanura di Parlemen pada Pemilu 2019.
Namun, OSO justru tetap jadi ketau umum Hanura hingga kini. Ia pun turut menyalahkan Wiranto sebagai biang kerok Hanura gagal melenggang ke Senayan pada Pileg 2019.