Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

YLBHI: DPR-Pemerintah Patuhi Putusan MK soal Presidential Treshold

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • YLBHI mengajak publik untuk mengawasi perubahan regulasi terkait sistem politik pasca putusan MK nomor 62/PUU-XXII/2024.
  • YLBHI mendesak DPR dan pemerintah mematuhi putusan MK, merevisi regulasi terkait sistem politik, dan menjaga independensi MK.
  • Hermawi Taslim dari Partai Nasional Demokrat tidak setuju dengan penghapusan ambang batas presiden, sementara Menteri Hukum Supratman menghormati putusan MK.

Jakarta, IDN Times - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengajak publik untuk mengawasi perubahan regulasi terkait sistem politik. Hal ini buntut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas presiden atau presidential treshold 20 persen.rff

Ketua YLBHI, Muhammad Isnur mengatakan kekhawatiran itu didasarkan pada putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 yang merevisi ambang batas pencalonan kepala daerah. Pada 2024 lalu, DPR malah melakukan akrobat politik dan tak mengimplementasikan putusan MK sesuai isinya. 

"Kita masih ingat bagaimana partai-partai politik di DPR secara serampangan menafsirkan isi putusan MK seenaknya, seperti yang pernah terjadi pada Undang-Undang Pilkada yang lalu," ujar Isnur di dalam keterangan tertulis pada Sabtu (4/1/2024). 

Ia menambahkan selama 10 tahun terakhir DPR banyak mengesahkan undang-undang tanpa mempedulikan partisipasi bermakna yang berdampak pada pengesahan undang-undang yang merugikan rakyat, mengacukan sistem negara hukum dan melanggar HAM. 

"YLBHI menyerukan untuk terus mengawal putusan Mahkamah Konstitusi nomor 62/PUU-XXII/2024," tutur dia. 

1. YLBHI desak DPR segera revisi regulasi terkait sistem politik agar sejalan putusan MK

Ilustrasi Gedung MPR/DPR/DPD RI. (IDN Times/Amir Faisol)

Lebih lanjut, YLBHI mendesak DPR dan pemerintah mematuhi putusan MK tersebut. Kedua, mereka juga meminta DPR merevisi regulasi terkait sistem politik yang sejalan dengan nafas dalam putusan MK nomor 62/PUU-XXII/2024. 

"Ini untuk memperkuat perlindungan hak politik dan kedaulatan rakyat dalam demokrasi dan negara hukum Indonesia," kata Isnur. 

YLBHI turut meminta agar semua pihak tetap menjaga independensi MK dan marwah hakim-hakim konstitusi. Mereka harus dibiarkan dapat menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman secara merdeka. 

"Laksanakan untuk proses seleksi demi mendapatkan yang terbaik, berintegritas, negarawan dan mencegah intervensi dari kekuasaan," katanya. 

2. Sekjen NasDem tak setuju presidential treshold dihapus

Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim. (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara, petinggi Partai Nasional Demokrat, Hermawi Taslim tidak setuju dengan putusan MK yang menghapus ambang batas presiden. Seharusnya yang terbuka untuk dibicarakan adalah berapa prosentase yang sesuai untuk ditetapkan sebagai ambang batas calon presiden. 

"Bukan kurang sepakat tapi tidak sepakat. Yang terbuka untuk dibicarakan adalah persentasenya bukan penghapusan," ujar Hermawi pada 2 Januari 2025 lalu kepada media di Jakarta. 

Ia juga menyebut seandainya putusan MK itu benar-benar diterapkan maka akan berdampak pada kerumitan dan kesulitan di pilpres mendatang. "Tidak terbayangkan bagaimana pilpres tanpa ada treshold. Ini khususnya bagi NKRI dengan ratusan juta rakyat. Sungguh tidak terbayangkan," tutur dia. 

Menurutnya, putusan hakim konstitusi kurang memperhatikan berbagai konsekuensi yang dapat membawa kerumitan dan kesulitan ketika putusan itu diterapkan. 

3. Pemerintah sebut putusan MK yang hapus presidential treshold tak ditentukan diberlakukan pemilu tahun berapa

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (IDN Times/Tata Firza)

Sementara, Menteri Hukum, Supratman menghormati putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden yang dulu ada di angka 20 persen. Menteri dari Partai Gerindra itu mengaku akan mempelajari putusan tersebut. 

"Pemerintah tentu menghargai putusan tersebut, dan kami akan pelajari terkait dengan semua putusannya. Tapi di lain sisi nanti pemerintah tentu akan koordinasi terkait hal itu karena di putusan walaupun saya belum baca lengkap kan MK tidak menyatakan bahwa kapan diberlakukan. Pemberlakuannya kapan, apakah 2029 atau 2034, karena itu nanti kami tetap berpandangan bahwa putusan MK itu bersifat final dan mengikat," kata Supratman pada 2 Januari 2024 lalu. 

Meski begitu, menurutnya putusan MK final dan mengikat. Kemenkum, kata Supratman, akan berkoordinasi dengan KPU. "Karena itu, nanti pemerintah termasuk kami Kementerian Hukum dengan Kemendagri akan komunikasikan dengan penyelenggara pemilu. Karena nanti kan pada akhirnya kalau terkait dengan pelaksanaan pemilu akan ada suatu perubahan terkait undang-undangnya. Kedua juga (menyangkut) PKPU-nya, nah itu semua akan diselaraskan," imbuhnya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us