Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

23 Anak Meninggal akibat Malnutrisi di Kordofan Sudan

gambar peta Sudan (unsplash.com/Lara Jameson)
gambar peta Sudan (unsplash.com/Lara Jameson)
Intinya sih...
  • Blokade menghalangi masuknya makanan dan obat-obatan.
  • Pertempuran untuk merebut Kordogan semakin sengit.
  • Citra satelit tunjukkan adanya upaya pembuangan jenazah di el-Fasher.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Sedikitnya 23 anak dilaporkan meninggal dunia akibat kekurangan gizi di wilayah Kordofan, Sudan tengah, dalam sebulan terakhir. Kematian ini menyoroti memburuknya situasi kemanusiaan di negara Afrika timur laut tersebut, di mana kelaparan terus menyebar setelah lebih dari 30 bulan perang.

Sudan dilanda kekacauan sejak April 2023, ketika perebutan kekuasaan antara militer dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) berubah menjadi pertempuran terbuka. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perang tersebut telah menewaskan lebih dari 40 ribu orang dan menciptakan krisis kemanusiaan terbesar di dunia, dengan lebih dari 14 juta warga terpaksa mengungsi, penyakit merebak, dan sejumlah wilayah kini menghadapi bencana kelaparan.

Pakar kelaparan internasional melaporkan bahwa hingga September 2025, sekitar 370 ribu orang di Kordofan dan wilayah barat Darfur telah memasuki fase kelaparan, sementara 3,6 juta lainnya kini berada di ambang kelaparan dan membutuhkan bantuan mendesak.

1. Blokade halangi masuknya makanan dan obat-obatan

Dilansir dari The New Arab, Jaringan Dokter Sudan mengatakan bahwa kematian 23 anak tersebut terjadi di kota Kadugli dan Dilling yang terkepung pada 20 Oktober-20 November.

"Kematian tersebut adalah akibat dari kekurangan gizi akut yang parah dan kekurangan pasokan penting di kedua wilayah tersebut, di mana blokade menghalangi masuknya makanan dan obat-obatan serta membahayakan nyawa ribuan warga sipil," kata kelompok tersebut.

Bulan ini, Integrated Food Security Phase Classification (IPC) mengumumkan adanya kelaparan di Kadugli, ibu kota Provinsi Kordofan Selatan. Kota ini telah dikepung oleh RSF selama berbulan-bulan, menyebabkan puluhan ribu warga terjebak di dalamnya.

Dilling, yang juga terletak di Kordofan Selatan, dilaporkan mengalami kondisi kelaparan serupa. Namun, IPC belum mengumumkan status kelaparan di sana karena kurangnya data yang diperlukan.

2. Pertempuran untuk merebut Kordogan semakin sengit

Pertempuran untuk menguasai Kordofan semakin intens setelah militer Sudan berhasil mengusir RSF dari Khartoum pada Maret lalu. Sejak saat itu, pasukan paramiliter tersebut memusatkan kekuatannya di Kordofan dan kota El-Fasher, yang menjadi benteng terakhir militer di kawasan Darfur.

RSF berhasil merebut kendali atas el-Fasher pada Oktober, menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi demi menghindari kekerasan yang dilakukan oleh pasukan paramiliter tersebut.

Menurut keterangan pengungsi dan pekerja kemanusiaan, pasukan RSF menyerbu Rumah Sakit Saudi di el-Fasher dan menewaskan lebih dari 450 orang. Para saksi juga melaporkan bahwa pasukan itu masuk ke rumah-rumah warga, membunuh penduduk sipil, dan melakukan kekerasan seksual.

3. Citra satelit tunjukkan adanya upaya pembuangan jenazah di el-Fasher

Humanitarian Research Lab (HRL) dari Yale School of Public Health, pada Jumat (21/11/2025), mengatakan bahwa citra satelit terbaru tampak menunjukkan adanya upaya berkelanjutan oleh RSF untuk membuang jenazah di beberapa lokasi di el-Fasher.

Dugaan lokasi pembuangan jenazah tersebut berada di kawasan fasilitas Rumah Sakit Saudi dan di sekitar kompleks di lingkungan Daraja Oula, area yang sebelumnya dilaporkan sebagai tempat pembantaian massal oleh RSF ketika mereka merebut kota tersebut bulan lalu.

“Kombinasi dari kemungkinan pembuangan jenazah melalui pembakaran, kurangnya kegiatan pemakaman tradisional dan minimnya aktivitas pasar menimbulkan kekhawatiran yang signifikan mengenai keberadaan warga sipil dan kelangsungan hidup mereka yang masih berada di el-Fasher,” kata HRL, dikutip dari Arab News.

Mereka menilai bahwa kemungkinan besar sebagian besar warga sipil yang masih berada di kota tersebut sebelum serangan RSF pada 26 Oktober telah terbunuh, ditahan, bersembunyi, mengungsi, atau tidak lagi mampu bergerak secara bebas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in News

See More

Respons KPK Soal Gugatan Paulus Tannos: Harus Ditolak karena Buronan

24 Nov 2025, 17:09 WIBNews