- Menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan pemohon untuk seluruhnya
- Menyatakan tidak sah dan tidak berdasar hukum Surat Perintah Penangkapan Nomor Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024 tertanggal 26 November 2024 yang diterbitkan oleh termohon
- Menyatakan tidak sah setiap dan seluruh tindakan yang dilakukan maupun keputusan yang dikeluarkan termohon yang berkenaan dengan surat perintah penangkapan nomor Nomor Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024 tertanggal 26 November 2024
- Membebankan biaya perkara yang timbul kepada negara
Respons KPK Soal Gugatan Paulus Tannos: Harus Ditolak karena Buronan

- KPK menolak gugatan praperadilan Paulus Tannos karena statusnya sebagai buronan KPK.
- Tim Biro Hukum KPK menyatakan larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau dalam status pencarian orang.
- Paulus Tannos menggugat KPK untuk mencabut status tersangkanya yang diumumkan sejak 2019.
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai seharusnya gugatan praperadilan yang kembali diajukan tersangka korupsi e-KTP Paulus Tannos ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, Tannos merupakan buronan KPK.
“Bahwa pemohon ini statusnya masih dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) dan juga red notice. Jadi, sampai saat ini statusnya masih DPO dan berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 ada larangan pengajuan Praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status pencarian orang,” ujar Tim Biro Hukum KPK dalam sidang gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (24/11/2025).
Hakim meminta agar penjelasan Biro Hukum KPK tersebut dimasukkan ke dalam jawaban dan para pihak menjalankan persidangan sesuai dengan hukum acara.
Sebelumnya, Paulus Tannos kembali menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Buronan KPK itu meminta status tersangkanya dicabut karena menurutnya tidak sah.
Berikut bunyi petitum praperadilan Paulus Tannos:
Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu telah diumumkan sebagai tersangka sejak 2019. Pimpinan KPK saat itu Saut Situmorang mengumumkan nama Paulus sebagai tersangka bersama dengan eks Direktur Utama Peruma Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, mantan Anggota DPR Miryan S Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, Husni Fahmi.















