Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

31 Orang Tewas selama Desak-Desakan Perekrutan Militer di Kongo

Ilustrasi bendera Republik Kongo. (Pixabay.com/DavidRockDesign)

Jakarta, IDN Times - Insiden desak-desakan selama perekrutan militer di stadion Michel d'Ornano di ibu kota Republik Kongo, Brazzaville, menyebakan 31 orang tewas pada Senin (20/11/2023).

Kejadian itu membuat militer mengumumkan untuk menangguhkan perekrutan di Brazzaville sampai pemberitahuan lebih lanjut. Banyak kaum muda di negara tersebut mendaftar untuk menjadi tentara karena kesulitan mencari kerja.

Peristiwa itu terjadi saat malam hari ketika ada ribuan pemuda berada di dalam stadion dan kerumunan orang mendorong untuk melewati gerbang. Para anak muda itu dilaporkan menunggu dari pagi hingga malam.

1. Insiden terjadi saat hari terakhir perekrutan

Ilustrasi tentara. (Unsplash.com/Simon Infanger)

Dilansir Associated Press, Brandon Tsetou, lulusan muda yang selamat dari impitan yang menyebabkan beberapa korban sesak napas, mengatakan ia mengikuti antrean perekrutan di depan stadion pada Senin pagi.

“Menurut penyelenggara, itu adalah hari terakhir. Itu sebabnya banyak dari kami memutuskan untuk menunggu hingga larut malam, berharap bisa mendaftar," katanya.

“Beberapa orang sangat tidak sabar sehingga mereka harus memaksa masuk, menyebabkan terjadinya desak-desakan yang menyebabkan sejumlah orang tewas atau terluka, dan hal ini sangat kami sesalkan," tambahnya.

Pada Selasa, Adelard Yvon Bonga, direktur kamar mayat utama Brazzaville, mengatakan bahwa jumlah korban tewas mencapai 31 orang, sehari sebelumnya kantor perdana menteri menyebutkan ada 37 orang tewas dalam insiden tersebut, tapi enam kematian ternyata terjadi di tempat lain.

“Pertama-tama kita harus memberikan penghormatan kepada mereka yang baru saja meninggalkan kita. Ini adalah situasi yang muncul. Bukan karena provokasi, tapi terjadi karena generasi muda membutuhkan pekerjaan," kata Bonga, dikutip dari The Times of India.

2. Kaum muda yang menganggur ingin menjadi tentara

Ilustrasi tentara. (Unsplash.com/Diego González)

Selama seminggu terakhir kaum muda berusia 18 hingga 25 tahun yang berusaha bergabung dengan tentara melakukan antrean panjang setiap hari di luar pusat perekrutan militer. Setiap harinya ada 700 orang mendaftar, meski hanya tersedia 1.500 tempat. 

Republik Kongo merupakan negara penghasil minyak, tapi kemiskinan tersebar luas di negara berpenduduk 5,61 juta orang itu, dan hanya 15 persen dari mereka yang tinggal di daerah pedesaan memiliki akses terhadap listrik.

Negara itu memiliki tingkat pengangguran kaum muda mencapai sekitar 42 persen. Militer adalah salah satu dari sedikit lembaga yang menawarkan pekerjaan.

Di antara para korban adalah Chancelvie Oko yang berusia 23 tahun. Pamannya, Germain Ndzale mengatakan Oko ingin bergabung dengan militer untuk membantunya menghidupi kedua anaknya setelah kematian pasangannya dalam kecelakaan lalu lintas dua tahun lalu.

3. Pemerintah didesak melakukan penyelidikan

Ilustrasi personel militer. (Pexels.com/Pixabay)

Direktur eksekutif organisasi nonpemerintah, Action Center for Development, Tresor Nzila, menyerukan pemerintah untuk melakukan penyelidikan penuh dan menerbitkan daftar korban.

“Tragedi kemanusiaan ini mencerminkan penderitaan generasi muda yang dikorbankan. Pemerintah Kongo tidak mampu menciptakan lapangan kerja lain. Pasukan pertahanan dan keamanan telah menjadi penyedia lapangan kerja utama," kata Nzila.

“Pemerintah harus bertanggung jawab secara langsung, karena pemerintah tidak menilai risiko dari tindakannya."

Jaksa Penuntut Umum Oko Ngakala mengumumkan akan melakukan penyelidikan dan mempertanyakan mengapa perekrutan itu masih berlangsung hingga tengah malam.

Menyusul insiden ini sebuah unit krisis telah dibentuk di bawah wewenang Perdana Menteri Anatole Collinet Makosso, yang menyebut kejadian itu sebagai tragedi.

Insiden kematian akibat desak-desakan pernah terjadi sebelumnya di Republik Kongo. Tujuh orang tewas dalam terinjak-injak di sebuah festival musik di Brazzaville pada tahun 2011. 150 orang terinjak-injak hingga tewas di ibu kota pada tahun 1994 ketika jamaah berdesakan di dalam gereja untuk menghindari badai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ifan Wijaya
EditorIfan Wijaya
Follow Us