500 Ribu Anak di Lebanon Putus Sekolah Usai Perang

Jakarta, IDN Times - Badan anak-anak PBB (UNICEF), pada Jumat (28/2/2025), melaporkan bahwa lebih dari 500 ribu anak di Lebanon putus sekolah akibat konflik dan krisis ekonomi yang melanda negara itu.
Israel membunuh ribuan warga sipil Lebanon, termasuk ratusan anak-anak, selama 11 bulan perang melawan kelompok Hizbullah. Banyak sekolah hancur dan rusak berat akibat perang, sementara ratusan lainnya digunakan sebagai tempat berlindung bagi ribuan orang yang mengungsi.
Meskipun gencatan senjata Israel-Hizbullah telah disepakati pada November 2024, laporan UNICEF mengungkapkan bahwa lebih dari 25 persen anak di Lebanon masih putus sekolah pada Januari 2025. Sebagian besar orang tua menyebutkan hambatan finansial sebagai faktor utama, dengan biaya sekolah, transportasi, dan perlengkapan lainnya meningkat dua kali lipat sejak 2023.
1. Krisis pangan
Dalam konferensi pers di kantor PBB di Jenewa, wakil perwakilan UNICEF di Lebanon, Ettie Higgins, menyoroti dampak signifikan yang ditimbulkan oleh serangan Israel terhadap masyarakat, terutama anak-anak.
Menurut laporan terbaru UNICEF, anak-anak di Lebanon, khususnya di daerah seperti Baalbek dan Lembah Bekaa, terus menanggung penderitaan besar meskipun adanya gencatan senjata. Daerah padat penduduk ini telah berulang kali menjadi sasaran serangan udara Israel, menyebabkan anak-anak tidak hanya rentan terhadap cedera fisik, namun juga kekurangan makanan.
“Lebih dari separuh anak-anak di bawah usia 2 tahun di wilayah timur Lebanon mengalami krisis pangan yang parah. Angka ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu,” kata Higgins, dilansir dari Anadolu.
2. Setengah juta keluarga berisiko kehilangan dukungan finansial dari badan PBB
Dilansir dari The New Arab, situasi ini kemungkinan akan memburuk dalam beberapa bulan ke depan, lantaran beberapa negara Barat mulai mengurangi bantuan luar negeri. Akibatnya, setengah juta anak-anak dan keluarga mereka berisiko kehilangan dukungan finansial penting dari badan-badan PBB.
“Ini berarti kenyataan yang dihadapi banyak anak di sini bahkan lebih buruk daripada yang ditunjukkan oleh angka-angka ini,” kata Higgins.
“Pemotongan ini akan mencabut harapan terakhir bagi mereka yang paling rentan, membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dan semakin terjerumus ke dalam kemiskinan,” tambahnya.
3. PBB minta bantuan dana Rp10,3 triliun
Dalam laporannya, UNICEF mendesak komunitas global untuk membantu anak-anak Lebanon, dan berkontribusi pada penggalangan dana 2025 sebesar 658,2 juta dolar AS (sekitar Rp10,3 triliun) guna memberikan bantuan penyelamatan jiwa bagi 2,4 juta orang di negara itu.
“Lebanon harus menerima bantuan yang diperlukan untuk memulihkan infrastruktur dan layanan penting, memastikan bahwa anak-anak memiliki masa depan yang dinantikan,” kata Akhil Iyer, perwakilan UNICEF di Lebanon.
Ia juga menyerukan semua pihak untuk mematuhi ketentuan gencatan senjata serta bekerja sama dengan komunitas internasional untuk menjaga perdamaian. Sementara itu, pemerintahan baru Lebanon diminta unuk menempatkan hak dan kebutuhan anak-anak sebagai prioritas utama dalam agenda reformasi dan pemulihan.