Nikaragua Keluar dari Dewan HAM PBB Usai Dikiritik

Jakarta, IDN Times - Nikaragua, pada Jumat (28/2/2025), memutuskan keluar dari keanggotaan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB menyusul publikasi soal demonstrasi pada 2018. Managua mengklaim bahwa publikasi pelanggaran HAM tersebut tidak benar.
Pada awal Februari, Nikaragua sudah keluar dari anggota Food and Agricultural Organization (FAO) usai melihat laporan soal kelaparan di negaranya. Pemerintah setempat mengklaim laporan tersebut tidak benar dan menuding FAO ikut campur urusan negaranya.
1. Klaim publikasi GHREN sebagai kebohongan
Presiden Nikaragua, Daniel Ortega, menolak desakan pakar untuk menuntut Nikaragua ke Pengadilan Hukum Internasional (ICJ) karena mencabut status kewarganegaraan kepada oposisi secara sepihak.
Sementara, Wakil Presiden Nikaragua sekaligus istri Ortega, Rosario Murillo, mengumumkan pengunduran diri lewat sebuah surat yang ditujukan kepada Duta Besar Dewan HAM PBB, Juerg Lauber.
"Keputusan ini berkaitan dengan laporan Kelompok Pakar HAM di Nikaragua (GHREN) yang mengklaim tentara Nikaragua terlibat dalam tindak represif selama berlangsungnya demonstrasi pada April 2018 dan melakukan eksekusi sepihak kepada demonstran," tuturnya, dikutip EFE.
Ia menambahkan, pemerintah menolak segala bentuk pemalsuan, kebohongan, dan upaya penghinaan yang tertuang dalam laporan tersebut.
2. Tentara Nikaragua terlibat dalam pembubaran demonstran
Menurut laporan GHREN, saat demonstrasi besar-besaan di Nikaragua pada April 2018 dimulai, terdapat pertemuan dari aparat keamanan dan militer. Mereka menyebut akan ada kudeta yang didorong oleh organisasi masyarakat.
Melansir El Pais, sejumlah pakar PBB menemukan bahwa kekerasan dan represi di tengah demonstrasi sudah diperintahkan langsung oleh Ortega dan Murillo. Pasangan itu memerintahkan tentara untuk membubarkan paksa demonstran dengan segala cara, termasuk kekerasan.
Salah satu pihak yang terlibat adalah Kepala Staf Militer Nikaragua, Bayardo Rodriguez. Dia mengaku mendapat perintah dari presiden untuk memerintahkan berbagai unit militer dalam menetralisir siapapun yang terlibat dalam demonstrasi.
"Untuk pertama kalinya, testimoni didapat dari orang yang berada di dalam sistem itu sendiri. Kami dapat mengatakan bahwa tentara, meski mereka menampiknya, ternyata secara aktif terlibat bersama polisi dan paramiliter untuk melakukan kekerasan," terang Reed Brody, salah seorang anggota GHREN.
3. Ortega-Murillo mengubah Nikaragua jadi negara otoriter
Di samping temuan ini, GHREN juga mengkritisi reformasi konstitusional di Nikaragua pada 18 Februari. Mereka menyebut bahwa putusan tersebut adalah pukulan terakhir terhadap aturan hukum di negara Amerika Tengah tersebut.
"Rezim Ortega-Murillo secara sengaja mengubah negaranya menjadi sebuah negara otoriter yang mana tidak ada institusi independen yang bisa menyuarakan penolakan. Mereka telah membungkan suara dari rakyat Nikaragua di dalam maupun luar negeri," ungkap GHREN, dikutip CNN.
GHREN menyebut bahwa keduanya telah memperkuat rezim mereka sendiri untuk memperpanjang jabatannya. Keduanya disebut telah menikmati kekuasaan di atas penderitaan rakyat Nikaragua.