7 Negara Eropa Desak Israel Akhiri Serangan dan Blokade di Gaza

- Tujuh negara Eropa mendesak Israel untuk mengakhiri serangan dan blokade terhadap Jalur Gaza
- Kelompok Palestina, Hamas, mengapresiasi sikap sejumlah negara Eropa yang menolak berdiam diri menyaksikan situasi yang terjadi di Gaza
- Sementara itu, Dewan Eropa mengungkapkan bahwa Gaza telah mengalami kelaparan yang disengaja dan tindakan Israel berisiko melahirkan kelompok Hamas berikutnya di wilayah tersebut
Jakarta, IDN Times - Tujuh negara Eropa mendesak Israel untuk mengakhiri serangan dan blokade terhadap Jalur Gaza. Negara-negara tersebut terdiri dari Islandia, Irlandia, Luksemburg, Malta, Slovenia, Spanyol dan Norwegia.
Dalam pernyataan bersama pada Jumat (16/5/2025), para pemimpin negara Eropa tersebut mengatakan tidak akan tinggal diam melihat bencana kemanusiaan yang berlangsung di wilayah Palestina itu.
“Kami menyerukan kepada pemerintah Israel untuk segera membatalkan kebijakannya saat ini, menahan diri dari operasi militer lebih lanjut dan sepenuhnya mencabut blokade, sehingga bantuan kemanusiaan dapat disalurkan dengan aman, cepat dan tanpa hambatan ke seluruh Jalur Gaza oleh para aktor kemanusiaan internasional,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
1. Hamas apresiasi sikap negara Eropa tersebut
Dilansir dari Anadolu, kelompok Palestina, Hamas, mengapresiasi sikap sejumlah negara Eropa yang menolak berdiam diri menyaksikan situasi yang terjadi di Gaza. Mereka juga memuji Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang menyampaikan seruan serupa.
“Posisi moral dan bertanggung jawab ini mewakili suara hati nurani dalam menghadapi kejahatan dan pembantaian yang terus dilakukan oleh pendudukan (Israel) terhadap rakyat kami,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
Kelompok itu kemudian menyerukan kepada para pemimpin dunia lainnya untuk menyuarakan penolakan terhadap pendudukan dan pembantaian oleh Zionis Israel, serta mengambil tindakan serius untuk mengakhiri perang dan blokade
2. PBB telah siapkan bantuan ke Gaza
Sementara itu, Dewan Eropa, sebuah badan yang bekerja untuk menjaga hak asasi manusia dan demokrasi, mengungkapkan bahwa Gaza telah mengalami kelaparan yang disengaja Pihaknya memperingatkan bahwa tindakan Israel berisiko melahirkan kelompok Hamas berikutnya di wilayah tersebut.
“Waktunya telah tiba untuk melakukan pertanggungjawaban moral atas perlakuan terhadap warga Palestina — dan hal ini sudah sangat terlambat,” kata Dora Bakoyannis, pelapor untuk Timur Tengah di Majelis Parlemen Dewan Eropa, dikutip dari Al Jazeera.
Sebelumnya pada Jumat, kepala bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Tom Fletcher, menyatakan bahwa sebanyak 160 ribu palet bantuan dan 9 ribu truk telah siap masuk ke Gaza.
"Kami punya sumber daya manusia. Kami punya jaringan distribusi. Kami punya kepercayaan masyarakat di lapangan. Dan kami sudah punya bantuannya sendiri – sebanyak 160 ribu palet – yang siap disalurkan. Kami menuntut pengiriman bantuan yang cepat, aman, dan tanpa hambatan bagi warga sipil yang membutuhkan. Mari kita bekerja," katanya.
Sejak 2 Maret 2025, Israel telah menghentikan masuknya makanan, obat-obatan dan semua kebutuhan pokok lainnya ke Gaza, menyebabkan krisis kemanusiaan di wilayah itu menjadi semakin parah. Tel Aviv mengatakan bahwa blokade tersebut bertujuan memaksa Hamas untuk membebaskan para sandera Israel yang tersisa.
3. Lembaga bantuan tolak rencana bantuan Israel-AS
Amerika Serikat (AS) dan Israel sebelumnya menyatakan sedang mempersiapkan rencana penyaluran bantuan di Gaza melalui perusahaan swasta demi memastikan pasokan tersebut tidak jatuh ke tangan Hamas.
Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, menjelaskan bahwa empat pusat distribusi akan didirikan di Gaza selatan untuk membagikan makanan dan bantuan lainnya kepada 1,2 juta orang, atau kurang dari 60 persen populasi Gaza, selama tahap awal. Israel disebut hanya akan bertanggung jawab atas keamanan tanpa erlibat dalam proses distribusi bantuan.
Namun, lembaga-lembaga bantuan menolak rencana AS-Israel tersebut karena dianggap tidak imparsial, netral, maupun independen.
Pekan ini, pejabat senior Hamas, Basem Naim, mengatakan bahwa masuknya bantuan ke Gaza merupakan syarat utama untuk pembicaraan gencatan senjata dengan Israel.
“Akses terhadap makanan, air, dan obat-obatan adalah hak asasi manusia yang mendasar — bukan hal yang bisa dinegosiasikan,” ujarnya.