AS Hukum Kelompok Etnis Bersenjata Myanmar atas Penipuan Online

Jakarta, IDN Times - Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap kelompok etnis bersenjata di Myanmar, Tentara Nasional Karen (KNA). Sebelumnya, KNA dikenal sebagai Pasukan Penjaga Perbatasan Karen (BGF).
Sanksi yang diberikan pada 5 Mei 2025 juga menyasar pemimpin KNA, Saw Chit Thu, dan kedua anak laki-lakinya, Saw Htoo Eh Moo dan Saw Chit Chit.
KNA dianggap memainkan peran kunci dalam memfasilitasi penipuan online yang merugikan warga negara Amerika. Mereka juga terlibat dalam perdagangan manusia dan penyelundupan lintas batas, dilansir NHK News pada Rabu (7/5/2025).
1. Sanksi apa yang dijatuhkan AS?

KNA menguasai wilayah di Myanmar timur di sepanjang perbatasan dengan Thailand. Kelompok ini memiliki hubungan dekat dengan pemerintah militer Myanmar.
Departemen Keuangan AS mengatakan kelompok bersenjata itu telah meraup untung dalam apa yang disebutnya skala industri. Mereka disebut menyewakan tanah yang dikuasainya dan menyediakan keamanan kepada sindikat kejahatan terorganisir yang menjalankan pusat penipuan daring di wilayah seperti Shwe Kokko dan Myawaddy.
Sanksi AS bertujuan merusak jaringan kriminal yang menghasilkan miliaran dolar AS, melalui operasi penipuan daring yang menargetkan korban di seluruh dunia. Adapun sanksi keuangan yang diberikan, yakni membekukan semuat aset apapun di bawah yurisdiksi AS yang mungkin mereka miliki dan melarang warga Amerika melakukan bisnis dengan mereka.
Sanksi AS juga menambah daftar panjang tindakan internasional terhadap individu dan entitas yang terlibat dalam kejahatan lintas batas di Myanmar.
2. KNA membantah tuduhan AS
KNA membantah tuduhan Washington. Juru bicara KNA, Naing Maung Zaw, menyatakan bahwa kelompok mereka fokus pada pembangunan regional dan tidak terlibat dalam penipuan online.
Meski begitu, dia mengakui bahwa beberapa pusat penipuan beroperasi di wilayah yang mereka kendalikan. Dilaporkan, KNA telah bekerja sama dengan Thailand dan China untuk memulangkan lebih dari 7 ribu pekerja asing yang terjebak dalam operasi tersebut.
Pemimpin KNA sebelumnya telah dikenakan sanksi oleh Inggris dan Uni Eropa. Namun, kelompok tersebut membantah keterlibatannya dalam operasi penipuan dan pelanggaran hak asasi manusia.
3. Operasi penipuan online dan perdagangan manusia di Asia Tenggara
Sindikat kejahatan dunia maya telah muncul beberapa tahun terakhir di Asia Tenggara, khususnya di Myanmar, Kamboja, dan Laos.
"Ratusan ribu orang telah diperdagangkan oleh geng-geng kriminal di seluruh Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir. Mereka dipaksa bekerja dalam operasi penipuan itu," kata PBB, dikutip dari The Straits Times.
Bloomberg melaporkan, operasi penipuan online oleh organisasi kriminal transnasional di Asia Tenggara itu kerap disebut sebagai 'pig butchering scams'. Para sindikat memikat korban ke dalam investasi palsu, seperti dalam bentuk mata uang kripto bernilai miliaran dolar dan platform perdagangan.
Pada 2023, warga Amerika dilaporkan kehilangan sekitar 3,5 miliar dolar AS (Rp57,8 triliun) akibat penipuan semacam itu.
Operasi penipuan dunia maya bergantung pada perdagangan manusia, di mana individu diiming-imingi dengan tawaran pekerjaan palsu. Kemudian, mereka dipaksa bekerja dan dieksploitasi di pusat penipuan dengan ancaman kekerasan dan penganiayaan.