PBB Marah Junta Myanmar Langgar Gencatan Senjata saat Pemulihan Gempa

Jakarta, IDN Times- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam junta Myanmar yang terus melancarkan serangan meski telah menyepakati gencatan senjata di tengah upaya pemuliah gempa. Gempa berkekuatan magnitudo 7,7 ini telah menewaskan lebih dari 3.600 orang.
Melansir Al Jazeera, juru bicara Kantor HAM PBB, Ravina Shamdasani, melaporkan junta Myanmar telah melakukan lebih dari 120 serangan sejak gempa terjadi. Lebih dari setengah serangan tersebut dilakukan setelah deklarasi gencatan senjata pada 2 April yang seharusnya berlaku hingga 22 April 2025.
1. Militer terus serang daerah terdampak gempa
Ketua HAM PBB, Volker Turk, mendesak militer Myanmar menghentikan serangan dan membuka akses bantuan kemanusiaan bagi korban gempa. Shamdasani mengingatkan pemerintah Myanmar harus fokus pada penyaluran bantuan.
"Pada saat fokus utama seharusnya memastikan bantuan kemanusiaan sampai ke zona bencana, junta Myanmar justru terus melancarkan serangan," ujar Shamdasani, dilansir Arab News.
Sebagian besar serangan militer berupa serangan udara dan artileri, termasuk di wilayah terdampak gempa dan area padat penduduk. PBB menilai serangan tersebut tidak pandang bulu dan melanggar prinsip hukum humaniter internasional.
PBB juga menyoroti peringatan dua tahun serangan militer di desa Pazi Gyi yang menewaskan 155 orang, termasuk banyak anak-anak. Sejak peristiwa tersebut, penggunaan serangan udara, drone, dan dugaan senjata kimia semakin meningkat di seluruh Myanmar.
2. Bantuan sulit mencapai korban gempa
Daerah pusat gempa di Sagaing, terutama wilayah yang dikuasai kelompok oposisi, hanya bisa mengandalkan bantuan komunitas lokal untuk pencarian korban dan pemenuhan kebutuhan dasar. Hampir 50 ribu rumah, ribuan sekolah, biara, kantor pemerintah, jembatan, dan pagoda hancur akibat gempa.
Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, mendesak Dewan Keamanan PBB segera bertindak menghentikan militer Myanmar yang terus menghalangi bantuan kemanusiaan.
"Dewan Keamanan harus segera mempertimbangkan resolusi yang menuntut semua pihak menghentikan konflik dan junta segera mengakhiri pelanggaran HAM serta penghambatan upaya bantuan," kata Andrews, dikutip The Independent.
Konflik di Myanmar semakin mempersulit pengiriman bantuan ke daerah terdampak gempa. Data resmi mencatat 3.645 orang tewas, 5.018 luka-luka, dan 145 orang masih hilang akibat gempa. Namun, jumlah sebenarnya bisa lebih tinggi karena banyak wilayah yang berada di luar kendali junta.
3. PBB minta pembebasan Aung San Suu Kyi
PBB juga meminta militer Myanmar membebaskan semua tahanan politik sejak kudeta Februari 2021, termasuk Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint. Seruan ini disampaikan menjelang perayaan tradisional Thingyan dan tahun baru Myanmar.
"Saat perayaan Thingyan dan tahun baru dimulai di Myanmar, kami menyerukan upaya bersama membantu mereka yang membutuhkan. Dalam semangat ini, militer harus mengumumkan amnesti penuh bagi semua tahanan politik sejak Februari 2021," ujar Shamdasani.
Aung San Suu Kyi saat ini menjalani hukuman 27 tahun penjara setelah serangkaian persidangan yang dinilai bermotif politik. Kondisinya setelah gempa tidak diketahui pasti karena pemerintah militer tidak mengizinkan kunjungan dari pihak luar, termasuk utusan ASEAN.
Di tengah kritik internasional, China mengumumkan bantuan darurat senilai 1 miliar yuan (sekitar Rp2,3 triliun) berupa makanan, obat-obatan, dan hunian rakitan. China juga telah mengirim lebih dari 30 tim penyelamat dan bantuan tunai melalui Palang Merah China.