Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AS Pangkas Bantuan untuk PBB, Tuntut Reformasi Total

bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (Makaristos, Public domain, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • AS tuntut reformasi birokrasi dan efisiensi anggaran PBBSebelum pemotongan ini, kontribusi AS mencapai 17 miliar dolar AS per tahun. Washington menginginkan konsolidasi fungsi kemanusiaan PBB agar lebih fokus dan selaras dengan kebijakan luar negeri AS.
  • Dana dari AS akan disalurkan ke OCHABantuan akan disalurkan melalui mekanisme terpusat di bawah kendali OCHA yang dipimpin oleh Tom Fletcher. Dana akan diarahkan langsung ke krisis atau negara tertentu yang menjadi prioritas.
  • Badan-badan PBB pangkas pengeluaran akibat krisis keuanganPemangkasan dana ini memperparah krisis yang dialami banyak organisasi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS), pada Senin (29/12/2025) mengumumkan komitmen bantuan kemanusiaan PBB hanya sebesar 2 miliar dolar AS (sekitar Rp33,5 triliun) untuk tahun 2026. Angka ini jauh di bawah kontribusi AS pada tahun-tahun sebelumnya.

Pemerintahan Presiden Donald Trump mendesak lembaga-lembaga PBB untuk segera melakukan reformasi di tengah anggaran yang ketat. PBB disebut harus memilih antara beradaptasi dengan dana terbatas, menyusutkan operasional, atau menghadapi risiko pembubaran.

1. AS tuntut reformasi birokrasi dan efisiensi anggaran PBB

ilustrasi bendera Amerika Serikat
ilustrasi bendera Amerika Serikat. (unsplash.com/Brandon Mowinkel)

Sebelum pemotongan ini, kontribusi AS sempat mencapai 17 miliar dolar AS (Rp285 triliun) per tahun. Kementerian Luar Negeri AS menyebut langkah ini sebagai upaya merampingkan birokrasi dan duplikasi program yang tidak perlu.

Washington menginginkan konsolidasi fungsi kemanusiaan PBB agar lebih fokus dan selaras dengan kebijakan luar negeri AS. Pemerintahan Trump menilai PBB telah menyimpang terlalu jauh dari mandat aslinya untuk menyelamatkan nyawa dan justru merugikan kepentingan Amerika.

“Kesepakatan ini mengharuskan PBB untuk mengonsolidasikan fungsi kemanusiaan guna mengurangi biaya birokrasi, duplikasi yang tidak perlu, dan penyusupan ideologi. Badan-badan PBB secara individu perlu beradaptasi, menyusut, atau mati,” sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri AS, dilansir Euronews.

Angka 2 miliar dolar AS tersebut diklaim pejabat AS sebagai dana awal untuk membantu mendanai permohonan tahunan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA). Jumlah ini hanya mencakup kontribusi sukarela, di luar iuran wajib keanggotaan PBB yang masih dibayarkan oleh Washington.

2. Dana dari AS akan disalurkan ke OCHA

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. (Vlada Republike Slovenije from Ljubljana, Slovenia, Public domain, via Wikimedia Commons)
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. (Vlada Republike Slovenije from Ljubljana, Slovenia, Public domain, via Wikimedia Commons)

Dana bantuan tersebut akan disalurkan melalui mekanisme terpusat di bawah kendali OCHA yang dipimpin oleh Tom Fletcher. Skema ini memberikan wewenang lebih besar kepada OCHA untuk menentukan alokasi bantuan ke berbagai agensi lain, alih-alih memberikan sumbangan terpisah ke tiap lembaga.

Pejabat AS menyebut kantor Fletcher akan mengendalikan distribusi uang tersebut untuk memastikan efisiensi dan akuntabilitas. Melalui sistem ini, dana akan diarahkan langsung ke krisis atau negara tertentu yang menjadi prioritas.

Sebanyak 17 negara menjadi target awal penerima bantuan dalam skema baru ini, termasuk Ukraina, Bangladesh, Kongo, Haiti, dan Suriah. Namun, daftar tersebut tidak mencakup Afghanistan yang merupakan salah satu negara dengan kondisi kemanusiaan paling parah.

Wilayah Palestina juga tidak dimasukkan dalam daftar penerima bantuan dari skema pendanaan terpusat ini. Pejabat AS menyatakan, bantuan untuk Palestina akan ditanggung oleh dana yang berasal dari rencana perdamaian Gaza yang sedang disusun Trump.

“Penataan ulang kemanusiaan di PBB ini akan memberikan lebih banyak bantuan dengan lebih sedikit uang pajak, bantuan juga akan lebih terfokus dan berorientasi pada hasil yang sejalan dengan kebijakan luar negeri AS,” ujar Duta Besar AS untuk PBB, Michael Waltz, dilansir CBS News.

3. Badan-badan PBB pangkas pengeluaran akibat krisis keuangan

Pemangkasan dana ini memperparah krisis yang dialami banyak organisasi PBB seperti badan pengungsi (UNHCR), migrasi (IOM), dan pangan (WFP). Lembaga-lembaga tersebut telah mengalami pemotongan dana hingga miliaran dolar.

Berbagai agensi PBB terpaksa memangkas pengeluaran proyek bantuan dan memberhentikan ribuan staf di lapangan. Situasi diperburuk oleh langkah negara donor lain seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Jepang yang turut mengurangi bantuan mereka.

Kebutuhan kemanusiaan global justru melonjak tajam saat aliran dana dari negara barat menyusut signifikan. Kelaparan telah tercatat tahun ini di wilayah konflik seperti Sudan dan Gaza, serta bencana alam akibat perubahan iklim yang memaksa ribuan orang mengungsi. Namun, Fletcher tetap memuji kontribusi AS yang masih berstatus donatur terbesar untuk tahun depan.

“Pada saat ketegangan global yang sangat besar, Amerika Serikat menunjukkan bahwa ia adalah negara adidaya kemanusiaan, menawarkan harapan kepada orang-orang yang telah kehilangan segalanya,” tutur Kepala OCHA Tom Fletcher.

Sementara itu, kritikus menilai pemangkasan bantuan oleh negara Barat ini sebagai tindakan sembrono yang membahayakan jutaan nyawa. Kebijakan ini dikhawatirkan mendorong lebih banyak orang menuju kelaparan, penyakit, dan pengungsian, sekaligus merusak citra AS di mata dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us

Latest in News

See More

Rayakan Tahun Baru, Pemprov DKI Jakarta Gelar Acara Sederhana untuk Donasi

30 Des 2025, 17:20 WIBNews