AS Tuding China Berperan Bantu Rusia Perangi Ukraina

- Menteri Luar Negeri AS khawatir atas dukungan China terhadap Rusia di Ukraina.
- China memperkuat kerja sama militer dengan Rusia, menyuplai 70% peralatan mesin dan 90% mikro elektronik.
- Sekretaris Jenderal NATO menuduh China dapat memicu konflik terbesar di Eropa sejak PD II, perlu kerja sama antara Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengungkapkan kekhawatirannya atas dukungan China terhadap Rusia untuk berperang di Ukraina.
“Tentu saja Anda melihat hubungan antara Rusia dan China yang mempunyai dampak besar bagi Eropa,” kata Blinken, dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri AS, Selasa (2/7/2024).
“Mitra-mitra di Eropa melihat tantangan-tantangan di belahan dunia lain di Asia sebagai hal yang relevan bagi mereka, sama seperti para mitra di Asia melihat tantangan di belahan dunia lain di Eropa, sebagai hal yang relevan juga,” ucap Blinken.
1. Kerja sama industri pertahanan China dan Rusia sangat kuat

Sementara itu, Blinken memastikan bahwa kerja sama militer antara Rusia dan China semakin kuat saat ini.
“Investasi China pada basis industri pertahanan Rusia, memungkinkan negara tersebut melanjutkan agresi. 70 persen peralatan mesin Rusia diimpor dari China, lalu 90 persen mikroelektronika yang diimpor Rusia asalnya dari China, produksi besar-besaran yang kita lihat sekarang adalah tank, amunisi, rudal,” ungkapnya.
2. Sekjen NATO tuduh China berperan di konflik Eropa

Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg menuduh bahwa China berpotensi memicu konflik militer terbesar di Eropa sejak Perang Dunia (PD) II, dikutip dari ANTARA.
“Rusia memproduksi rudal dan drone dengan dukungan teknologi canggih yang diimpor dari China, yang dapat membuat Beijing bertanggung jawab memicu konflik terbesar di wilayah Eropa sejak Perang Dunia II,” kata Stoltenberg.
“Oleh karena itu, terdapat kebutuhan yang kuat untuk memperkuat kerja sama antara Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru untuk meningkatkan tekanan terhadap China dan menstabilkan kawasan,” ujar dia.
3. NATO batal buka kantor di Tokyo

Dia juga mengatakan NATO tidak akan melanjutkan rencana yang diumumkan sebelumnya untuk membuka kantor di Tokyo untuk menghindari provokasi Beijing.
“NATO tidak melihat China sebagai saingan tetapi memandang perilaku China sebagai tantangan terhadap nilai-nilai, kepentingan dan keamanan aliansi,” tutur dia.