ASEAN Dipastikan Tak Kirim Tim Pemantau Pemilu ke Myanmar

- Perbedaan sikap di internal ASEAN  
- Beberapa negara ingin menunggu hingga situasi politik Myanmar stabil, sementara yang lain lebih terbuka untuk berinteraksi langsung dengan junta militer.
- Filipina akan bertindak sendiri jika tidak ada konsensus di ASEAN.
- Dunia ragukan kredibilitas pemilu Myanmar  
- Rencana pemilu mendapat penolakan luas dari komunitas internasional.
- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyuarakan keprihatinan terhadap keadilan dan transparansi pemilu tersebut.
- ASEAN tetap pegang 5 Poin Kons
Jakarta, IDN Times - ASEAN memastikan tidak akan mengirim tim pemantau pemilu ke Myanmar pada akhir tahun ini. Keputusan itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, Kao Kim Hourn, usai pertemuan puncak ASEAN di Kuala Lumpur.
Myanmar sebelumnya mengajukan permintaan resmi agar ASEAN menurunkan tim pengamat dalam pemilu umum yang dijadwalkan berlangsung mulai 28 Desember. Namun, kelompok Asia Tenggara itu memutuskan untuk menolak tawaran tersebut.
“Secara kolektif, kita tidak akan memiliki tim pengamat ASEAN,” kata Kao dalam media briefing di Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Meski begitu, Kao menegaskan, setiap negara anggota masih memiliki kebebasan untuk mengirim pengamatnya sendiri di bawah kerja sama bilateral, jika mereka mau. “Tapi keputusan itu ada di tangan masing-masing negara anggota ASEAN,” tambahnya.
Penolakan ASEAN datang di tengah seruan berulang agar Myanmar menghentikan kekerasan di dalam negeri dan membuka dialog politik yang inklusif sebelum menggelar pemilu.
Sementara itu, Presiden Filipina Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos Jr. mengakui adanya perbedaan pandangan di antara negara anggota ASEAN soal langkah menghadapi pemilu Myanmar.
1. Perbedaan sikap di internal ASEAN

Dalam pernyataannya, Marcos menyebut bahwa beberapa negara ASEAN ingin menunggu hingga situasi politik Myanmar lebih stabil, sementara yang lain lebih terbuka untuk berinteraksi langsung dengan junta militer.
“Itu akan jauh lebih baik jika ASEAN bergerak sebagai satu kesatuan. Namun jika tidak ada konsensus, Filipina akan bertindak sendiri,” kata Marcos, seperti dikutip dari pernyataannya di sela-sela KTT Kuala Lumpur.
Malaysia secara resmi menyerahkan kursi keketuaan ASEAN kepada Filipina pada akhir pertemuan tersebut. Manila akan mulai memimpin blok Asia Tenggara itu pada 2026.
2. Dunia ragukan kredibilitas pemilu Myanmar

Rencana pemilu Myanmar mendapat penolakan luas dari komunitas internasional. Banyak pihak menilai pemilu itu hanya upaya militer untuk melegitimasi kekuasaannya setelah kudeta pada 2021.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyuarakan keprihatinan terhadap keadilan dan transparansi pemilu tersebut. “Situasi di Myanmar belum kondusif untuk pemilu yang bebas dan inklusif,” kata Guterres dalam pernyataannya.
Sementara itu, partai yang didukung militer, Union Solidarity and Development Party (USDP), telah memulai kampanye mereka, meski banyak tokoh oposisi, termasuk Aung San Suu Kyi, masih berada di balik jeruji.
3. ASEAN tetap pegang 5 Poin Konsensus

Sejak kudeta Februari 2021, ASEAN terus berupaya menengahi krisis politik Myanmar. Dua bulan setelah kudeta, blok ini mengeluarkan 5 Poin Konsensus (5PC) yang hingga kini menjadi acuan utama dalam upaya penyelesaian konflik.
Isi kesepakatan tersebut mencakup penghentian kekerasan, dimulainya dialog konstruktif di antara semua pihak, dan pemberian akses kemanusiaan tanpa hambatan. Namun, implementasinya hingga kini masih jauh dari harapan.
Kao menegaskan, ASEAN tetap berkomitmen terhadap Lima Poin Konsensus. “Kami mendesak semua pihak untuk menahan diri dan mematuhi komitmen yang telah disepakati bersama,” katanya.


















