Bangkok Akan Terapkan Tarif Kemacetan untuk Atasi Polusi Udara

Jakarta, IDN Times - Kementerian Transportasi Thailand berencana menerapkan program biaya kemacetan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas kronis, polusi udara, dan mempromosikan penggunaan transportasi umum di ibu kota Bangkok. Kebijakan itu diharapkan berlaku pada akhir 2025.
"Pendapatan yang diperoleh dari biaya kemacetan akan digunakan untuk mensubsidi tarif tetap untuk semua jalur metro, mengurangi biaya hidup warga dan sejalan dengan upaya pemerintah untuk memerangi polusi udara, terutama partikel kecil PM2.5," kata juru bicara kementerian, Krichanont Iyapunya, dikutip dari Xinhua pada Rabu (13/11/2024).
1. Program yang dicanangkan merupakan hasil studi di beberapa kota dunia yang sukses

Menurut kementerian, kebijakan tersebut berdasarkan studi komprehensif tentang biaya kemacetan di berbagai negara. Ini termasuk area-area yang optimal untuk memberlakukan biaya tersebut, struktur biaya yang tepat dan metode pembayaran. Serta, potensi dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Menurut penelitian, kota-kota seperti London, Singapura, Stockholm, dan Milan telah berhasil menerapkan skema biaya kemacetan yang menghasilkan pengurangan kemacetan lalu lintas yang signifikan dan peningkatan jumlah pengguna angkutan umum. Meski pada awalnya ada penolakan dari masyarakat, kota-kota itu melaporkan penerimaan yang semakin meningkat terhadap kebijakan tersebut dari waktu ke waktu.
Sebelumnya, otoritas transportasi Thailand melakukan studi bersama dengan badan pembangunan Jerman GIZ selama lima tahun. Tujuannya mengamati kelayakan penetapan tarif kemacetan di Bangkok, dengan biaya tarif penagihan berkisar antara 50 baht (sekitar Rp22 ribu) hingga 120 baht (Rp54 ribu) di berbagai zona kota.
2. Thailand akan kucurkan dana besar untuk transportasi umum

The Straits Times melaporkan, rencana pemerintah untuk menerapkan tarif tetap 20 baht (Rp9 ribu) untuk kereta komuter akan bergantung pada pihak berwenang yang membeli konsesi dari perusahaan swasta yang mengelola transportasi umum di Bangkok, termasuk jaringan kereta bawah tanah dan kereta layang. Fasilitas-fasilitas tersebut dioperasikan oleh BTS Group bersama Bangkok Expressway and Metro.
Pihak berwenang sedang mempertimbangkan untuk menyiapkan dana infrastruktur sebesar 200 miliar baht (Rp90,6 triliun) untuk penyaluran biaya kemacetan tersebut.
Selain kereta listrik, Bangkok juga memiliki bus dan kereta api komuter. Namun, keterbatasan infrastruktur untuk angkutan massal cepat berarti keterbatasan akses bagi sebagian orang yang tinggal di luar daerah pusat kota, yang banyak di antaranya bergantung pada kendaraan pribadi.
3. Bangkok menjadi salah satu kota termacet di dunia

Menurut laporan pembuat perangkat navigasi TomTom NV, Bangkok menduduki peringkat ke-46 pada indeks kemacetan global pada 2023. Laporan tersebut juga mengatakan bahwa penduduk kota itu kehilangan sekitar 4,5 hari karena kemacetan lalu lintas pada tahun lalu.
Selain itu, Bangkok juga mengalami polusi udara yang parah dengan angka polusi udara yang tidak sehat selama berminggu-minggu karena tingginya penggunaaan kendaraan pribadi dan pembakaran sisa tanaman di provinsi-provinsi di dekatnya.