Biden Resmi Tunjuk Julie Turner sebagai Utusan HAM di Korea Utara

Jakarta, IDN Times - Presiden AS, Joe Biden secara resmi menunjuk seorang diplomat karier berbahasa Korea, Julie Turner, sebagai utusan khusus untuk HAM di Korea Utara pada Senin (23/1/2023) waktu setempat. Posisi tersebut telah kosong selama 5 tahun.
Terakhir, posisi utusan khusus itu ditempati Robert King, di era Presiden Barack Obama, pada awal Januari 2017 lalu. Menteri Luar Negeri pertama era Presiden AS, Donald Trump, Rex Tillerson, sebelumnya berusaha untuk menghapus jabatan tersebut sebagai bagian dari restrukturisasi gaya perusahaan.
Butuh waktu selama 2 tahun, semenjak Biden menjabat sebagai Presiden AS, untuk menunjuk seorang utusan khusus HAM meskipun itu merupakan bidang yang menjadi fokus kebijakan luar negerinya.
1. Turner sebelumnya bekerja di bidang HAM Korea Utara sebagai asisten khusus
Dilansir dari Al Jazeera, Turner sebelumnya bekerja di bidang HAM Korea Utara sebagai asisten khusus di kantor utusan. Penunjukan itu membutuhkan konfirmasi dari Senat, tetapi diperkirakan akan ada sedikit tantangan.
Posisi tersebut kosong sejak Januari 2017 lalu. Beberapa aktivis mengatakan bahwa ketika AS mencoba membawa Korea Utara ke meja perundingan atas program senjata nuklirnya, HAM justru telah dikesampingkan.
Biden sebelumnya berulang kali berjanji sejak menjabat pada 2021 lalu, bahwa HAM akan menjadi pusat kebijakan luar negerinya. Akan tetapi, dia gagal menunjuk siapa pun untuk posisi itu.
Segera setelah Biden menjabat, pada Maret 2021 lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengindikasikan seorang utusan akan ditunjuk, tetapi belum ada calon yang muncul.
Korea Utara telah berulang kali menolak tuduhan pelanggaran HAM dan menyalahkan sanksi yang dijatuhkan pada 2006 lalu atas program misilnya dalam situasi kemanusiaan yang mengerikan di negara tersebut. Ia juga menuduh AS dan Korea Selatan menggunakan masalah ini sebagai alat politik untuk merusak reputasinya.
2. Turner telah terlibat proyek untukmempromosikan aliran bebas informasi dari Korea Utara
Selama masa Turner di Biro Demokrasi, HAM, dan Perburuhan Departemen Luar Negeri, kantor tersebut telah terlibat dengan beberapa proyek yang bertujuan untuk mempromosikan aliran bebas informasi dari Korea Utara, serta meningkatkan kesadaran akan pelanggaran hak Korea Utara.
Pihak Korea Utara sendiri belum bereaksi terhadap pencalonan Turner. Namun, di berbagai titik, Korea Utara telah berinteraksi dengan utusan HAM AS, termasuk pada 2011 lalu, ketika Utusan HAM Korea Utara saat itu, Robert King, memimpin misi untuk menilai situasi pangan di Korea Utara.
Menurut Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch, Phil Robertson, mengatakan meski menempatkan HAM di garis depan, keterlibatan dengan Korea Utara tidak mudah. Menurutnya, Turner adalah seorang perwakilan yang cerdas dan strategis untuk menyelesaikan hal-hal sulit seperti ini.
"Turner telah unggul dalam mempromosikan dan melindungi HAM di seluruh portofolionya. Serta dia adalah seorang advokat yang gigih yang diperlukan oleh masalah hak di Korea Utara agar segala jenis perubahan dapat terjadi," ungkap pernyataan dari Phil Robertson yang dikutip dari VOA News.
3. Saat KTT AS-Korea Utara 2018 lalu, Trump tidak menggunakan utusan khusus

Pertemuan AS dengan Korea Utara terjadi pada 2018. Pertemuan Presiden AS saat itu, Donald Trump, dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, yang digelar di Singapura menjadi sorotan pada saat itu.
Di saat hubungan kedua negara sedang memanas, kedua kepala negara ini bertemu dalam situasi yang hangat dan berlangsung lancar. Bahkan, Trump sendiri selama menjabat tidak pernah menunjuk utusan HAM Korea Utara dan mengutamakan hubungan pribadinya dengan pemimpin Korea Utara tersebut.
Pertemuan kedua negara tersebut telah terjadi sebanyak tiga kali. Menteri Luar Negeri kedua di era Trump, Mike Pompeo, tidak mengisi posisi Utusan HAM Korea Utara karena Trump sendiri yang menjalin diplomasi dengan Kim Jong-un, meski berujung tidak memberikan dampak yang bertahan lama.
Sejak pandemik COVID-19, menurut penyelidik PBB, Korea Utara telah memperburuk pelanggaran HAM. Itu termasuk pembatasan tambahan pada akses ke informasi, keamanan perbatasan yang lebih ketat, dan pengawasan digital yang meningkat.
Departemen Luar Negeri AS dalam laporan global terakhirnya tentang HAM, menuliskan tentang pelanggaran yang meluas di Korea Utara. Itu termasuk larangan keras terhadap segala jenis perbedaan pendapat, eksekusi publik, dan kamp penahanan massal di mana para tahanan menjadi sasaran kerja paksa dan kelaparan.