China Bantah Tuduhan AS Langgar Kesepakatan Perdagangan

- China menolak klaim AS tentang pelanggaran kesepakatan tarif baru-baru ini.
- Kementerian Perdagangan China menyatakan telah menjunjung tinggi kesepakatan tersebut, sementara AS memberlakukan tindakan pembatasan diskriminatif terhadap Beijing.
- Menteri Keuangan AS menyarankan panggilan telepon antara Trump-Xi untuk menyelesaikan perbedaan, namun China tidak merespons rencana tersebut.
Jakarta, IDN Times - China telah dengan tegas menolak klaim Amerika Serikat (AS) bahwa mereka melanggar kesepakatan tarif baru-baru ini. Hal tersebut terkait dengan perjanjian perdagangan bilateral yang dicapai di Jenewa pada Mei, tentang pengurangan tarif selama 90 hari.
"AS telah membuat tuduhan palsu dan secara tidak masuk akal menuduh China melanggar konsensus yang sangat bertentangan dengan fakta," kata Kementerian Perdagangan China dalam sebuah pernyataan pada Selasa (2/6/2025), dikutip dari The Straits Times.
Pekan lalu, para pejabat AS, termasuk Menteri Perdagangan Howard Lutnick dan Presiden Donald Trump, menuduh China memperlambat perjanjian dan melanggar sepenuhnya kesepakatan itu. Namun, pihaknya tidak memberi rincian spesifik dari dugaan pelanggaran tersebut secara konsisten.
1. China menuding AS melakukan tindakan pembatasan diskriminatif
Kementerian tersebut juga menyatakan bahwa China telah melaksanakan dan secara aktif menjunjung tinggi kesepakatan tersebut. Sementara, Washington telah memperkenalkan sejumlah tindakan pembatasan diskriminatif terhadap Beijing.
Langkah-langkah itu termasuk mengeluarkan panduan tentang kontrol ekspor chip kecerdasan buatan (AI), menghentikan penjualan perangkat lunak desain chip, dan mencabut visa bagi pelajar China.
"Pemerintah AS secara sepihak dan berulang kali memprovokasi ketegangan ekonomi dan perdagangan baru. Hal ini memperburuk ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam hubungan ekonomi dan perdagangan bilateral," kata kementerian tersebut.
Beijing memperingatkan akan mengambil tindakan tegas dan keras, guna melindungi kepentingan nasionalnya.
2. AS klaim akan ada pembicaraan antara Trump-Xi via telepon

Pada Minggu (1/6/2025), Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyarankan bahwa panggilan telepon antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dapat menyelesaikan perbedaan-perbedaan tersebut. Selain itu, AS juga menuduh China menahan ekspor beberapa produk yang telah disetujui untuk dirilis, termasuk tanah jarang.
Terkait kapan panggilan telepon antara Trump-Xi dapat dilakukan, Bessent berkata, 'Saya yakin kita akan segera melihat hasilnya'. Namun, dalam pernyataan Kementerian Perdagangan China pada 2 Juni tidak menyebutkan adanya pembicaraan yang direncanakan antara kedua pemimpin tersebut.
3. Trump tidak puas dengan kesepakatan AS-China

Saham global berakhir bervariasi pada 30 Mei 2025, setelah Trump membuat unggahan media sosial yang menuduh Beijing melanggar perjanjian perdagangan dengan negaranya. Komentar Trump muncul setelah Bessent mengatakan kepada Laporan Khusus Fox News Channel sehari sebelumnya, bahwa pembicaraan perdagangan dengan China sedikit terhenti, dilansir NHK News.
Bulan lalu, kedua negara sepakat untuk memangkas tarif tambahan satu sama lain sebesar 115 poin persentase. AS juga menyerukan akses pasar yang lebih besar dan mengurangi defisit perdagangan bilateral.
Akan tetapi, tampaknya Trump tidak puas dengan tanggapan Beijing. Ketidaksepakatan ini telah menimbulkan kekhawatiran yang berkembang bahwa ketegangan perdagangan kedua negara dapat meningkat lagi, sehingga sangat dibutuhkannya negosiasi di masa mendatang.