Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Derita Warga Gaza Kesulitan Air: Pemandangannya Sangat Mengerikan! 

Warga Gaza di tengah krisis air. (twitter.com/@wafa_Gaza)

Jakarta, IDN Times – Beberapa hari setelah Israel memberlakukan blokade terhadap Gaza, dampaknya mulai sangat dirasakan oleh warga. Dalam pemenuhan air misalnya, warga mengutarakan bahwa mencari air menjadi cobaan sehari-hari.

“Akses kami terhadap air, baik untuk minum atau membersihkan rumah, telah berkurang secara signifikan. Pencarian air bersih dalam jumlah sedikit pun telah menjadi cobaan sehari-hari,” kata Osama al-Baz, pengungsi Palestina di Gaza, dilansir Middle East Eye.

Keluarga Baz terpaksa meninggalkan kediamannya di Gaza utara pada 13 Oktober setelah Israel memperingatkan warga sipil yang tinggal di sana.

“Pada beberapa kesempatan ketika air tersedia, kami bergegas membawa ember dan wadah, berharap bisa menyelamatkan apa yang kami bisa. Setiap kesempatan untuk mendapatkan air terasa seperti yang terakhir,” ungkapnya.

1. Mengonsumsi air tidak layak

Ada kalanya, Baz dan warga lainnya harus memprioritaskan warga yang rentan, seperti lanjut usia, anak-anak, dan orang sakit. Hal ini mengurangi porsi konsumsi air mereka.

“Kadang-kadang karena putus asa, kami mengonsumsi air yang jelas-jelas tidak layak untuk diminum selama beberapa hari,” tambahnya.

Baz menjelaskan bahwa mereka mengambil risiko seperti itu dengan membuat orang-orang dalam kelompoknya terkena penyakit, seperti dehidrasi, sakit perut, dan diare.

Kamar mandi juga telah menjadi kemewahan bagi mereka, namun air yang ada hampir tidak cukup untuk membersihkan kamar mandi.

2. Krisis sanitasi

Vaksinasi pengungsi anak Palestina. (twitter.com/UNRWA)

Wisam, seorang warga Gaza, juga mengatakan hal yang tak jauh berbeda. Karena air begitu sulit, ia harus mampu menahan diri untuk tidak menggunakan toilet.

“Kami memandikan anak-anak saja, dengan air yang paling sedikit,” kata Wisam.

Wisam awalnya pindah dari kamp pengungsi Al-Maghazi di selatan Gaza. Ketika kembali ke tempat asalnya, khususnya ke Rumah Sakit Al-Quds, ia mengaku melihat pemandangan yang lebih buruk.

“Pemandangan di sana sungguh mengerikan. Air bersih jarang ditemukan, dan sanitasi dasar sepertinya sudah tidak ada lagi. Ratusan orang berdesakan di ruang sempit, menggunakan kamar mandi umum tanpa fasilitas sanitasi yang memadai,” bebernya.

Ia khawatir rumah sakit akan menjadi pusat wabah penyakit, mengingat kondisinya yang sempit dan persediaan air yang semakin menipis.

Jurnalis yang bekerja di sana juga merasakan dampaknya secara langsung. Kontributor Middle East Eye Mohammed al-Hajjar mengatakan, kulitnya mengalami peradangan akibat mencuci dan berwudhu menggunakan air yang terkontaminasi polusi.

“Kelihatannya seperti gigitan nyamuk tapi sebenarnya bukan. Mencuci rambut dengan air ini menimbulkan rasa gatal yang hebat, terutama pada kulit kepala dan tangan,” tuturnya.

3. Sumber air Gaza

Aksi protes penduduk Gaza di wilayah pesisir Jalur Gaza (Twitter/Warda_GazaPal)

Dilansir The Guardian, sebanyak 80 persen air di Gaza berasal dari bagian akuifer pesisir. Sebanyak 7 persen lainnya disediakan oleh pabrik desalinasi, dan 13 persen dibeli dari perusahaan air negara Israel, Mekorot.

Kehancuran berulang yang disebabkan oleh pengeboman Israel dan embargo terhadap bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun Gaza telah menyebabkan jaringan pipa air hampir tidak berfungsi.

Analisis kimia yang dilakukan Kementerian Kesehatan Gaza pada 2021 menemukan delapan dari 38 sampel tidak memenuhi standar Palestina.

Uji mikrobiologi menemukan sampel terkontaminasi bakteri coliform, termasuk bakteri fecal coliform. Pada 2020, Program Pembangunan PBB melaporkan bahwa 26 persen dari semua penyakit anak-anak di Gaza berhubungan dengan air.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zidan Patrio
EditorZidan Patrio
Follow Us