Eksodus Warga Israel via Mesir Picu Kemarahan Publik

- Otoritas Mesir dikecam karena memfasilitasi evakuasi ribuan warga Israel ke Mesir, yang dipandang membahayakan keamanan negara dan tidak dapat diterima oleh publik.
- Sedangkan Mesir menghalangi para aktivis pro Palestina yang ingin menembus blokade Gaza.
- Konflik antara Israel dan Iran semakin memanas dengan saling serang.
Jakarta, IDN Times - Ribuan warga Israel telah menyeberang ke Mesir melalui kota perbatasan Taba dalam beberapa hari terakhir demi menghindari serangan Israel. Meskipun otoritas Mesir memfasilitasi evakuasi tersebut, arus masuk ini telah memicu kemarahan publik.
Para pengkritik menganggap kehadiran warga Israel di Mesir sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima, terutama ketika pasukan Israel masih melancarkan kampanye militer di Jalur Gaza.
“Warga Palestina diblokade, dan otoritas Mesir menghalangi konvoi bantuan yang ingin menembus blokade, sementara warga Israel justru disambut di hotel-hotel Sinai," kata para aktivis pro-Palestina, dikutip dari The New Arab.
1. Kehadiran warga Israel di Mesir juga dianggap membahayakan keamanan negara
Mohamed Saif al-Dawla, pendiri gerakan Mesir Menentang Zionisme, membandingkan perilaku otoritas Mesir saat ini dengan situasi yang terjadi di masa kolonial.
"Apakah rakyat Mesir sadar bahwa warga Israel menikmati hak-hak wisata khusus di wilayah Mesir? Tidak ada warga negara lain yang menikmati pengecualian seperti itu,” ungkapnya al-Dawla, merujuk pada perjanjian bilateral tahun 1989 yang mengizinkan wisatawan Israel masuk ke Sinai Selatan tanpa visa melalui Taba dan tinggal hingga 14 hari tanpa membayar biaya masuk.
Ia juga memperingatkan tentang risiko keamanan akibat masuknya warga Israel ke Mesir.
“Bahaya sebenarnya bukan hanya soal hak istimewa secara hukum, tetapi juga pelanggaran keamanan yang ditimbulkan — termasuk spionase dan perekrutan secara halus yang terjadi di tanah kita," tuturnya.
2. Kehadiran warga Israel tidak berikan dampak ekonomi yang signifikan
Seorang pejabat pariwisata mengungkapkan bahwa lonjakan hunian hotel tidak memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Mesir, karena sebagian besar warga Israel hanya menginap dalam waktu singkat.
“Ini pada dasarnya hanyalah pemesanan semu. Warga Israel biasanya hanya menginap satu atau dua malam sebelum terbang ke tempat lain. Taba dan Sharm hanyalah titik transit,” kata pejabat tersebut.
Meski banyak menuai kritik, warga Israel mengaku puas dengan perjalanan mereka di Mesir.
“Kami merasa sangat aman di Sinai. Ini adalah pilihan wisata yang sangat baik. Kembalilah — hidup terus berjalan, bahkan saat perang,” tulis seorang warga Israel bernama Guy Shilo dalam unggahan di grup media sosial ‘Lovers of Sinai’.
3. Konflik Israel-Iran semakin memanas
Israel dan Iran mulai saling serang sejak 13 Juni, ketika Tel Aviv melancarkan serangan udara yang menargetkan beberapa lokasi di Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklirnya. Tindakan tersebut mendorong Teheran untuk melancarkan serangan balasan.
Dilansir dari Anadolu,pihak berwenang Israel melaporkan sedikitnya 25 orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat serangan rudal Iran. Sementara itu, Kementerian Kesehatan Iran menyatakan bahwa korban tewas telah mencapai 430 orang, sementara lebih dari 3.500 lainnya terluka.
Pada Minggu (22/6/2025), Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa pasukannya berhasil mengebom tiga situs nuklir Iran di Fordo, Natanz dan Isfahan. Keputusan Washington untuk bergabung dalam kampanye militer Israel melawan Iran menandai eskalasi besar dalam konflik tersebut.
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Abdolrahim Mousavi, telah bersumpah bahwa pihaknya akan membalas serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran.
“Terlepas dari seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan, hakikat dari kejahatan ini (serangan AS terhadap situs nuklir) tidak akan dibiarkan begitu saja,” kata Mousavi dalam pidato yang disiarkan pada Senin (23/6/2025).