Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hamas Tolak Klaim Sepakati Perlucutan Senjata di Gaza

ilustrasi senjata api (pexels.com/Specna Arms)
ilustrasi senjata api (pexels.com/Specna Arms)
Intinya sih...
  • Negosiasi gencatan senjata antara Hamas dan Israel mengalami jalan buntu karena perbedaan pandangan soal penarikan pasukan militer Israel.
  • Perang di Gaza menyebabkan kelaparan, dengan lebih dari 60 ribu warga Palestina tewas dan 169 kematian akibat kelaparan, termasuk 93 anak-anak.
  • Tekanan internasional mendorong negara-negara seperti Prancis dan Kanada untuk menyatakan rencana pengakuan terhadap negara Palestina. Inggris juga mempertimbangkan langkah serupa pada September 2025.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Hamas menolak klaim bahwa mereka telah menyepakati penyerahan senjata dalam pembicaraan gencatan senjata dengan Israel. Kelompok bersenjata Palestina yang menguasai Gaza sejak 2007 itu menyebut perlawanan terhadap pendudukan Israel adalah hak yang tidak bisa dicabut. Mereka menyebut perjuangan itu tetap sah hingga seluruh hak nasional Palestina dipulihkan.

Dilansir dari Al Jazeera, Sabtu (2/8/2025), Hamas menyatakan bahwa salah satu hak utama yang diperjuangkan adalah pembentukan negara Palestina yang berdaulat penuh dengan Yerusalem sebagai ibu kota. Penegasan ini muncul sebagai respons terhadap pernyataan utusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk Timur Tengah, Steve Witkoff. Dalam rekaman yang dikutip Haaretz, Witkoff menyebut Hamas siap untuk didemiliterisasi.

Israel menjadikan perlucutan senjata Hamas sebagai syarat utama dalam setiap perjanjian damai. Sikap ini membuat negosiasi berjalan alot dan memperpanjang ketegangan yang telah berlangsung lama.

1. Negosiasi mandek di tengah ancaman dan tuntutan sandera

Negosiasi tidak langsung antara Hamas dan Israel untuk gencatan senjata selama 60 hari menemui jalan buntu pekan lalu. Perbedaan pandangan soal penarikan pasukan militer Israel menjadi salah satu hambatan utama dalam kesepakatan. Situasi ini membuat pembebasan para sandera belum juga tercapai.

Pada Jumat (1/8/2025),  Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Letjen Eyal Zamir, memperingatkan bahwa pertempuran di Gaza akan terus berlanjut jika pembebasan sandera gagal diamankan. Peringatan itu memperlihatkan tekanan yang meningkat terhadap jalannya proses negosiasi.

Dilansir dari BBC, Witkoff pada Sabtu (2/8/2025) menemui keluarga para sandera Israel di Tel Aviv dan menyampaikan bahwa upaya damai harus mengutamakan penghentian konflik sekaligus pembebasan seluruh sandera. Keluarga-keluarga itu mendesak pemerintah Israel dan AS untuk bertindak cepat demi menyelesaikan krisis tersebut.

2. Gaza dilanda kelaparan, ratusan anak tewas

Serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya. Serangan itu memicu kampanye militer besar-besaran oleh Israel ke Gaza. Akibatnya, lebih dari 60 ribu warga Palestina tewas sejak perang dimulai.

Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas melaporkan 169 kematian akibat kelaparan, termasuk 93 anak-anak. Angka ini menyoroti parahnya krisis kemanusiaan yang diperburuk oleh blokade Israel. Warga yang kekurangan pangan dan akses bantuan kini berada dalam situasi sangat kritis.

Pada Jumat (1/8/2025), Witkoff mengunjungi pusat distribusi bantuan di Gaza selatan yang dikelola Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga yang didukung AS dan Israel. Hamas menyebut kunjungan itu sebagai pertunjukan yang sudah diatur untuk menutupi bencana kelaparan, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan lebih dari 1.300 warga Palestina tewas sejak Mei 2025 saat mencoba mendapatkan bantuan dari lokasi GHF, sebagian besar akibat tembakan pasukan Israel.

3. Dukungan dunia untuk Palestina kian meluas

Aksi Nasional Menuntut Penghentian Genosida – Ajakan Internasional untuk Gencatan Senjata Abadi 024 Helsinki, Finlandia. (rajatonvimma /// VJ Group Random Doctors, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)
Aksi Nasional Menuntut Penghentian Genosida – Ajakan Internasional untuk Gencatan Senjata Abadi 024 Helsinki, Finlandia. (rajatonvimma /// VJ Group Random Doctors, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Tekanan internasional mendorong negara-negara seperti Prancis dan Kanada untuk menyatakan rencana pengakuan terhadap negara Palestina. Inggris juga mempertimbangkan langkah serupa pada September 2025 jika Israel gagal memenuhi syarat gencatan senjata. Dalam pertemuan PBB, sebanyak 17 negara menyatakan dukungan terhadap sebuah naskah yang berisi seruan agar Hamas mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina, dengan melibatkan dukungan internasional, demi mewujudkan negara Palestina yang berdaulat dan independen.

Dilansir Al Arabiya, Qatar dan Mesir pada Selasa (29/7/2025) menyatakan dukungan terhadap deklarasi bersama Prancis dan Arab Saudi yang mengusulkan solusi dua negara. Deklarasi itu menyarankan agar Hamas menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak gagasan pengakuan negara Palestina karena dianggap mengancam keamanan Israel dan memperumit jalan menuju perdamaian.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us