Ibu di Australia Dipenjara karena Paksa Putrinya Menikah

Jakarta, IDN Times - Sakina Muhammad Jan, seorang ibu berusia 40-an tahun, menjadi orang pertama yang dipenjara berdasarkan undang-undang pernikahan paksa di Australia.
Jan dinyatakan bersalah karena memaksa putrinya Ruqia Haidari, yang berusia 21 tahun, menikahi Mohammad Ali Halimi yang berusia 26 tahun pada 2019, dengan imbalan sejumlah uang. Enam minggu setelah pernikahan, Halimi membunuh istrinya tersebut. Pria itu kini menjalani hukuman penjara seumur hidup.
1. Jan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara
Dilansir BBC, Jan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada Senin (29/7/2024) karena telah memaksa putrinya untuk menikah dengan Halimi. Namun, ia kemungkinan akan dibebaskan setelah 12 bulan untuk menjalani sisa hukumannya di masyarakat.
“Saya tidak melakukan kesalahan apa pun, saya tidak dapat menerimanya. Saya tidak dapat dikurung,” kata Jan melalui seorang penerjemah.
Ia juga menolak menandatangani perintah pembebasan bersyarat yang memungkinkan dirinya menjalani hukuman dua tahun di masyarakat.
Pengacara Jan mengatakan bahwa kliennya mengalami kesedihan mendalam akibat kematian putrinya, namun tetap bersikeras bahwa dia tidak bersalah.
Jan dan keluarganya merupakan suku Hazara, etnis minoritas yang menjadi korban penindasan Taliban di Afghanistan. Mereka menghabiskan 13 tahun di pemukiman pengungsi di Pakistan sebelum menetap di Australia pada 2013
2. Jan disebut menyalahgunakan kekuasaannya sebagai seorang ibu
Pada persidangan tersebut, terungkap bahwa Haidari pertama kali dipaksa untuk menikah secara siri pada usia 15 tahun, namun berakhir dengan perceraian dua tahun kemudian. Setelah itu, ia tidak ingin menikah lagi sampai berusia 27-28 tahun.
“Dia ingin melanjutkan studi dan mendapatkan pekerjaan,” kata Hakim Fran Dalziel.
Meskipun Jan percaya bahwa ia berusaha melakukan yang terbaik untuk putrinya, namun Dalziel mengatakan bahwa perempuan itu sering mengabaikan keinginan Haidari dan menyalahgunakan kekuasaannya sebagai seorang ibu.
“(Haidari) pasti tahu bahwa tidak berpartisipasi dalam pernikahan itu akan menimbulkan pertanyaan tentang Anda dan anggota keluarga lainnya. Dia tidak hanya khawatir dengan kemarahan Anda, namun juga posisi Anda di masyarakat," tambah hakim.
Dalam sidang vonis Halimi atas pembunuhan Haidari pada 2021, pengadilan di Australia Barat mengungkapkan bahwa Halimi bersikap kasar dan melakukan kekerasan terhadap istrinya, serta memaksanya melakukan pekerjaan rumah tangga.
3. Pelaku pernikahan paksa dapat terancam hukuman hingga tujuh tahun penjara
Australia memberlakukan undang-undang pernikahan paksa pada 2013 dengan ancaman hukuman maksimum tujuh tahun penjara. Meskipun ada beberapa kasus yang masih dalam proses, Jan menjadi orang pertama yang dijatuhi hukuman atas pelanggaran ini.
Dalam pernyataan pada Senin, Jaksa Agung Mark Dreyfus menyebut pernikahan paksa merupakan pelanggaran mirip perbudakan yang paling banyak dilaporkan di Australia, dengan 90 kasus dilaporkan ke kepolisian federal pada 2022-2023.
Pemerintah telah lama berjanji untuk memberantas praktik ini. Pada Mei, parlemen Australia memutuskan untuk membentuk Komisaris Anti-Perbudakan untuk menanggapi tuduhan eksploitasi.