ICC Vonis Bersalah Pemimpin Milisi Sudan atas Kejahatan Perang

- Ali Kushayb, pemimpin milisi Janjaweed, divonis bersalah oleh ICC atas kejahatan perang dan terhadap kemanusiaan di Darfur.
- Vonis ini merupakan putusan pertama ICC terkait konflik di Darfur dan menjadi rujukan Dewan Keamanan PBB pertama yang menghasilkan vonis.
- Meskipun vonis telah diberikan, Darfur masih dilanda kekerasan baru oleh kelompok paramiliter RSF dalam konflik sipil Sudan.
Jakarta, IDN Times - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menjatuhkan vonis bersalah terhadap pemimpin milisi Sudan, Ali Muhammad Ali Abd-Al-Rahman, yang dikenal sebagai Ali Kushayb. Dia divonis atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di wilayah Darfur, Sudan, lebih dari dua dekade lalu. Konflik Darfur yang terjadi sejak 2003 ini dikenal sebagai salah satu bencana kemanusiaan terparah di abad ke-21.
Menurut Al Jazeera, Kushayb adalah salah satu komandan milisi Janjaweed, sebuah kelompok bersenjata yang didukung pemerintah dan melakukan teror di Darfur. Ia dinyatakan bersalah atas total 27 dakwaan kejahatan yang dilakukan saat serangan antara Agustus 2003 dan Maret 2004 di Darfur Barat.
“Dia mendorong dan memberikan instruksi yang mengakibatkan pembunuhan, pemerkosaan, dan perusakan yang dilakukan oleh Janjaweed” ujar Hakim Ketua Joanna Korner, dilansir BBC.
1. Peran Kushayb dalam kejahatan milisi Janjaweed
Janjaweed adalah milisi Arab yang dipersenjatai dan didukung oleh pemerintah di Khartoum untuk menekan pemberontakan kelompok non-Arab. Milisi ini secara sistematis menyerang desa-desa suku non-Arab yang dituduh mendukung pemberontak. Kejahatan ini menyebabkan tuduhan pembersihan etnis dan genosida terhadap populasi non-Arab di Darfur.
ICC menyatakan kejahatan Kushayb mencakup pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, dan penyerangan warga sipil di empat kota Darfur Barat. Kushayb juga menjadi orang pertama yang divonis ICC untuk kategori kejahatan berbasis gender.
“Terdakwa tidak hanya memberi perintah, tetapi terlibat secara pribadi dalam pemukulan dan kemudian hadir secara fisik untuk memberi perintah eksekusi terhadap mereka yang ditahan,” tutur Hakim ICC, dilansir The Guardian.
Selama persidangan, para penyintas Darfur memberikan kesaksian mengerikan tentang kekejaman Janjaweed. Saksi menggambarkan bagaimana desa mereka dibakar habis dan mayat tersebar di mana-mana setelah serangan.
2. Vonis pertama ICC terkait konflik di Darfur
Vonis Kushayb ini menjadi putusan bersalah ICC pertama terkait situasi di Darfur. Selain itu, kasus ini adalah rujukan Dewan Keamanan PBB pertama yang menghasilkan vonis.
Sebelumnya, Kushayb berhasil melarikan diri dari penangkapan selama lebih dari 12 tahun sebelum menyerahkan diri ke ICC pada tahun 2020. Penyerahan diri itu terjadi setelah mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir digulingkan. Kushayb saat itu mengaku menyerahkan diri karena takut dibunuh oleh pihak berwenang Sudan.
Sepanjang persidangan yang dibuka pada April 2022, Kushayb selalu membantah semua dakwaan terhadap dirinya. Ia berdalih pengadilan telah salah menuntut orang karena ia bukan Ali Kushayb yang dicari. Namun, Hakim Korner menolak bantahan tersebut dan menegaskan bahwa ICC tidak salah tangkap.
Setelah vonis bersalah, Kushayb akan menghadapi sidang penetapan hukuman. Ia berpotensi menerima hukuman maksimal penjara seumur hidup atas 27 kejahatan berat yang dibuktikan. ICC juga akan membuka fase reparasi atau ganti rugi bagi para korban Darfur.
3. Darfur masih dilanda kekerasan
Vonis ICC ini muncul saat Darfur kembali dilanda kekerasan serupa akibat pecahnya perang sipil Sudan. Konflik saat ini melibatkan Tentara Sudan melawan Rapid Support Forces (RSF), sebuah kelompok paramiliter yang juga berakar dari Janjaweed. RSF dilaporkan melakukan kekejaman baru, termasuk pembunuhan massal sejak konflik meletus pada 2023.
Wakil Jaksa Penuntut ICC Nazhat Shameem Khan menilai vonis ini adalah langkah penting untuk memutus pola kekebalan hukum di Darfur. Ia berharap para pelaku kekejaman di Sudan, baik di masa lalu maupun saat ini, akan segera diadili.
“Keputusan ini menjadi pengakuan penting atas penderitaan luar biasa yang dialami oleh para korban kejahatan keji, serta langkah pertama ganti rugi yang sudah lama tertunda bagi mereka,” tutur Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Türk, dilansir situs OHCHR.
Meskipun Kushayb telah dihukum, ICC masih berupaya menangkap pejabat tinggi Sudan lainnya. Pejabat tersebut termasuk mantan Presiden Omar al-Bashir yang didakwa melakukan genosida dan kejahatan perang.