Inggris Ancam Bakal Akui Palestina jika Israel Tak Hentikan Perang

- Krisis kemanusiaan Gaza memburuk sejak Israel akhiri gencatan senjata dengan Hamas pada Maret 2025. Bantuan terbatas dan tak sebanding dengan kebutuhan.
- Trump menyampaikan pandangan yang berbeda dari Netanyahu mengenai kondisi kemanusiaan di Gaza.
- Langkah Inggris ini sejalan dengan pengumuman Prancis yang lima hari sebelumnya. Israel sebut langkah Inggris rugikan gencatan senjata.
Jakarta, IDN Times – Pemerintah Inggris menyatakan akan mengakui Palestina sebagai negara pada September 2025 jika Israel tidak menghentikan krisis kemanusiaan di Gaza. Pernyataan itu disampaikan pada Selasa (29/7/2025) oleh Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer. Langkah ini dikaitkan dengan syarat gencatan senjata, akses bantuan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan komitmen terhadap solusi dua negara.
Starmer juga menuntut agar Israel membebaskan seluruh sandera yang tersisa dan tidak melakukan aneksasi wilayah di Tepi Barat. Mereka menyatakan bahwa pengakuan terhadap Palestina akan dibatalkan jika Israel memenuhi semua tuntutan yang diajukan. Dari 50 sandera yang masih berada di Gaza, sekitar 28 di antaranya diperkirakan telah meninggal dunia.
“Kami menuntut gencatan senjata segera untuk menghentikan pembantaian, agar PBB diizinkan mengirim bantuan kemanusiaan ke Gaza secara berkelanjutan untuk mencegah kelaparan, dan pembebasan segera para sandera,” kata Starmer, dikutip dari NBC News.
1. Krisis kemanusiaan Gaza memburuk sejak Israel akhiri gencatan senjata
Sehubungan dengan krisis kemanusiaan yang menjadi syarat pengakuan Palestina, situasi di Gaza terus memburuk. Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza melaporkan bahwa lebih dari 60 ribu warga Palestina tewas sejak Israel memulai operasi militer pada Oktober 2023. Situasi kemanusiaan semakin memburuk setelah Israel mengakhiri gencatan senjata dengan kelompok Hamas pada Maret 2025. Sejak saat itu, bantuan hanya masuk dalam jumlah terbatas dan tak sebanding dengan kebutuhan.
Israel disebut hanya memberikan izin terbatas kepada organisasi tertentu untuk menyalurkan bantuan. Sementara itu, upaya menggantikan peran badan PBB dengan Gaza Humanitarian Foundation (GHF) belum sepenuhnya berhasil. GHF yang didukung Amerika Serikat (AS) dan sejumlah kontraktor swasta, baru mengelola empat titik distribusi bantuan, jauh lebih sedikit dibanding ratusan titik yang sebelumnya dijalankan oleh PBB.
Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyampaikan kekhawatiran mendalam terhadap tragedi kemanusiaan di lapangan. Ia mengatakan bahwa masyarakat global sangat tersinggung oleh tindakan penembakan terhadap anak-anak yang berusaha mengambil bantuan, sebagaimana disampaikannya dalam pidato di PBB pada Selasa (29/7/2025).
2. Pertemuan Starmer dan Trump bahas solusi Gaza dan pengakuan Palestina
Keputusan dari Starmer muncul setelah ia memanggil kembali para anggota kabinet dari masa reses musim panas untuk membahas kebijakan terbaru. Pertemuan itu juga dihadiri para pemimpin Eropa, dengan fokus utama pada perluasan distribusi bantuan dan peningkatan tekanan diplomatik terhadap Israel. Starmer disebut mendorong pendekatan multilateral demi mempercepat pembebasan para sandera.
Sehari sebelum pengumuman resmi, Starmer mengadakan pertemuan dengan Presiden AS, Donald Trump, di Turnberry, Skotlandia. Dalam pertemuan itu, keduanya membahas kelaparan yang melanda Gaza dan perlunya tindakan internasional secepatnya. Trump bahkan menyampaikan pandangan yang berbeda dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai kondisi kemanusiaan di Gaza.
Trump menilai bahwa anak-anak di Gaza tampak sangat kelaparan jika merujuk pada tayangan televisi, berbeda dengan klaim Netanyahu bahwa kelaparan hanyalah narasi palsu dari Hamas. Ia juga menyinggung kontribusi AS yang menurutnya tidak mendapatkan pengakuan global.
“Kami memberikan 60 juta dolar AS dua minggu lalu untuk makanan bagi Gaza, dan tidak ada yang mengakuinya. Tidak ada yang membicarakannya. Dan itu membuat Anda merasa sedikit buruk ketika Anda melakukannya,” kata Trump, sambil menyindir negara-negara Eropa yang dinilai kurang berkontribusi, dikutip dari Fox News.
3. Dunia bereaksi keras, Israel sebut langkah Inggris rugikan gencatan senjata
Langkah Inggris ini sejalan dengan pengumuman Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang lima hari sebelumnya menyatakan bahwa Prancis juga akan mengakui Palestina. Inggris pun diperkirakan akan segera mengikuti langkah tersebut secara resmi. Jika terealisasi, Inggris dan Prancis akan bergabung dengan lebih dari 140 negara yang sudah mengakui Palestina sebagai negara.
Namun, pemerintah Israel menanggapi keras pernyataan dari London. Kementerian Luar Negeri Israel menyebut keputusan itu sebagai upaya tekanan politik domestik dan bentuk hadiah bagi kelompok Hamas. Mereka juga menganggap langkah tersebut justru akan menghambat proses gencatan senjata dan memperumit negosiasi pembebasan sandera.
Di sisi lain, dukungan publik AS terhadap operasi militer Israel terus menurun. Berdasarkan survei terbaru dari Gallup per 29 Juli 2025, hanya sekitar sepertiga warga AS yang menyatakan masih mendukung perang di Gaza. Angka ini turun drastis dibandingkan dengan awal konflik pada Oktober tahun lalu, ketika sekitar separuh responden menyatakan dukungan.