Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ingin Lindungi Perempuan, Afsel Akan Dekriminalisasi Pekerjaan Seks

ilustrasi(unsplash.com/Den Harrson)
ilustrasi(unsplash.com/Den Harrson)

Jakarta, IDN Times - Afrika Selatan akan mendekriminalisasi pekerjaan seks di negara itu. Negara yang memiliki beban HIV tertinggi di dunia itu berharap kebijakan itu dapat membantu mengatasi tingkat kejahatan yang tinggi terhadap perempuan.

Berdasarkan undang-undang yang baru diajukan oleh Kementerian Kehakiman tersebut, jual beli layanan seksual sudah tidak dianggap sebagai pelanggaran kejahatan.

“Dekriminalisasi diharapkan dapat meminimalisir pelanggaran HAM terhadap pekerja seks,” kata Menteri Kehakiman Ronald Lamola dalam konferensi pers, Jumat (9/12/2022), dikutip Al Jazeera.

Menurut asosiasi advokasi terdapat lebih dari 150 ribu pekerja seks di negara ini. Ronald menyebut dekriminalisasi ini juga berarti akses yang lebih baik bagi para mereka terhadap perawatan kesehatan

"Memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja seks, kondisi kerja yang lebih baik, dan berkurangnya diskriminasi dan stigma,” tambahnya.

1. Kekerasan dan pembunuhan wanita meningkat pada tahun ini

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Afrika Selatan, salah satu negara dengan epidemi HIV terbesar di dinia tengah dilanda krisis kekerasan terhadap perempuan. Menurut Menteri Kepolisian Bheki Cele melaporkan pada bulan November jumlah pemerkosaan dan kekerasan seksual meningkat 13 persen sepanjang 2017 sampai 2018 dan 2021 sampai 2022. 

Pembunuhan terhadap perempuan melonjak 52 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini dibandingkan dengan periode tahun lalu, kata Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.

"Jika pekerja seks tidak lagi dicap sebagai penjahat, mereka akan dapat bekerja lebih baik dengan polisi untuk memerangi kekerasan," tulis kelompok hak asasi pelacur SWEAT di Facebook, dilansir Africanews. Mereka menyebut RUU itu sebagai "berita luar biasa."

2. RUU dekriminalisasi sudah lama tertunda

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Amanda Gouws, seorang profesor sekaligus ketua penelitian Afrika Selatan dalam hal politik gender, mengatakan undang-undang dekriminalisasi sudah lama tertunda. Dia sudah bekerja sama dengan komisi untuk menetapkan undang-undang tersebut sejak 2012.

“Kita perlu memberikan keselamatan dan keamanan bagi perempuan yang… secara sukarela menjual tenaga mereka sebagai pekerja seks,” kata Gouws kepada Al Jazeera.

“Pekerja seks di Afrika Selatan telah dikriminalisasi dan undang-undang baru ini akan mencabut tindakan apartheid– tindakan asusila–jadi ini adalah tindakan yang sangat lama dan sudah waktunya kita melakukan reformasi hukum tentang pekerjaan seks,” kata Amanda.

“Ini juga berarti bahwa pelanggaran seksual dan hal-hal terkait harus dilaksanakan untuk benar-benar mengakomodasi gagasan dekriminalisasi pekerja seks,” tambahnya.

3. RUU dekriminalisasi perlu perhatian khusus dari pemerintah

Suasana menjelang lockdown 21 hari sebagai langkah mencegah penularan COVID-19, di Cape Town, Afrika Selatan, pada 26 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mike Hutchings
Suasana menjelang lockdown 21 hari sebagai langkah mencegah penularan COVID-19, di Cape Town, Afrika Selatan, pada 26 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mike Hutchings

Konstitusi Apartheid Afrika Selatan, salah satu konsititusi yang paling liberal di dunia, pernah mengizinkan undang-undang progresif tentang aborsi dan pernikahan sesama jenis. Namun konstitusi ini telah dibubarkan pada 1991.

Beberapa waktu belakangan, Afsel dikejutkan dengan penemuan setengah lusin mayat di gedung Johannesburg pada Oktober. Mayat itu diduga sebagai pekerja seks yang hilang di negara itu.

“Untuk waktu yang lama, kami telah diabaikan,” kata Yonela Sinqu, juru bicara Gerakan Pekerja Seks Nasional Sisonke kepada kantor berita AFP, dikutip Al Jazeera. Dia mengatakan seruan untuk dekriminalisasi sudah dimulai beberapa dekade lalu. “Dibutuhkan keuletan, ketangguhan, dan kekeraskepalaan yang besar untuk terus mengangkat suara kami,” tambahnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us