ISIS Klaim Jadi Dalang Pengeboman Peringatan Perang Dunia I di Jeddah

Jakarta, IDN Times - Kelompok militan ISIS mengklaim bertanggung jawab atas aksi pengeboman yang terjadi pada Rabu, 11 November 2020 di pemakaman non-Muslim di Jeddah. Mereka menyasar seremoni peringatan Perang Dunia I di area tersebut. Acara itu turut dihadiri oleh beberapa pejabat dan diplomat dari beberapa kedutaan yakni Italia, Prancis, Amerika Serikat, Yunani dan Inggris.
Kantor berita Reuters, Jumat, 13 November 2020 melaporkan akibat ledakan bom rakitan itu melukai dua orang, termasuk seorang diplomat dari Yunani. Sebelumnya, stasiun berita Al Jazeera melaporkan jumlah orang yang terluka mencapai empat orang. Pernyataan ISIS disampaikan melalui saluran resmi Telegram mereka.
Mereka mengatakan 'pasukan-pasukan' mereka telah berhasil menyembunyikan bom rakitan di pemakaman itu pada Rabu kemarin. Akhirnya bom itu meledak dan melukai para pejabat konsulat dari negara murtad. Tetapi, ISIS tidak menyertakan bukti apa pun untuk mendukung klaim tersebut.
Sementara, usai terjadi peristiwa yang dilabeli oleh Prancis sebagai tindakan pengecut itu, Saudi melakukan penyelidikan secara menyeluruh. Lalu, apa tindakan selanjutnya yang ditempuh oleh Saudi untuk mencegah aksi serupa terulang?
1. Putera mahkota Saudi ancam akan menghantam siapapun yang membahayakan keamanan dalam negeri

Sementara, kantor berita Reuters pada hari ini melaporkan pernyataan Putera Mahkota Saudi, Muhammed bin Salman (MBS) yang bersumpah akan menghancurkan siapapun pihak yang mengancam keamanan dan stabilitas di Saudi.
"Kami akan terus menghantam dengan tegas berbagai pihak yang mengancam keamanan di negara kami," kata MBS.
Ia menegaskan meski Saudi merupakan tempat lahirnya agama Islam, tetapi pihaknya berkomitmen untuk mengatasi ekstremisme dan mengutuk berbagai tindak terorisme. Menurutnya, sejak 2017 lalu, serangan teror di Kerajaan Saudi hampir tidak ada usai dilakukan reformasi di dalam Kementerian Dalam Negeri dan bagian keamanan.
Selain berjanji untuk terus memberantas aksi terorisme, MBS juga bersumpah akan membabat perilaku korupsi melalui kampanye kerasnya. Lantaran hal itu, banyak elite Saudi di bidang ekonomi dan politik ditahan secara semena-mena oleh MBS.
Mereka ditahan di hotel bintang lima. Bila ingin dibebaskan, maka para elite yang ditangkap itu harus menyerahkan sebagian kekayaannya yang diduga diperoleh dengan cara korupsi kepada negara.
2. Kedutaan Saudi di Den Haag, Belanda ditembak secara membabi buta

Sementara, pada Kamis kemarin, Kedutaan Saudi di Den Haag, Belanda sempat ditembak secara membabi buta oleh orang tak dikenal. Akibatnya, kaca dan sebagian bangunan di gedung kedutaan terlihat berlubang.
Menurut keterangan polisi, tidak ada satu pun orang di dalam gedung kedutaan yang terluka. Juru bicara kepolisian, Steven van Santen, mengatakan polisi dikabari adanya suara tembakan di gedung kedutaan pukul 06:00 pagi kemarin.
Ketika dilakukan penyelidikan, polisi menemukan selongsong peluru di luar gedung. Selain itu polisi juga memohon kepada publik bila memiliki informasi agar segera dilaporkan.
Polisi juga langsung memperketat keamanan di area gedung Kedutaan Saudi. Jalan menuju ke gedung kedutaan juga langsung ditutup. Sementara, polisi terus mencari barang bukti untuk menentukan siapa pelaku teror itu.
Pemerintah Saudi mengecam aksi penembakan ke gedung kedutaannya di Den Haag. Mereka juga mewanti-wanti warganya agar berhati-hati selama berada di Belanda.
3. Pemerintah Indonesia pastikan tidak ada WNI yang jadi korban

Sementara, ketika dikonfirmasi ke Konsul Jenderal RI di Jeddah, Eko Hartono, tidak ada diplomat dari Indonesia yang mengikuti peringatan Perang Dunia I ketika bom tersebut meledak. WNI pun juga tidak ada yang menjadi korban.
"Tidak ada (diplomat Indonesia) karena peringatan PD I hanya dihadiri oleh diplomat-diplomat Eropa di Jeddah," kata Eko kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Rabu kemarin.
Ledakan bom buatan menjadi teror kedua yang terjadi di Jeddah, setelah sebelumnya seorang warga menusuk petugas keamanan yang sedang berjaga di depan gedung Konsulat Jenderal Prancis. Insiden itu dipicu kegeraman Pemerintah Prancis yang membiarkan kartun Nabi Muhammad diterbitkan kembali di majalah satir Charlie Hebdo.